Khanduri Blang Hingga Sie Biri
Akhir bulan Februari 2008 lalu, penulis shalat Magrib berjamaah bersama masyarakat Gampong di Meunasah Daboih Mukim Njong Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya. Seperti biasa, empat baris shaf makmum dengan khusyuk menghadap sang Khalid. Lima menit lamanya waktu yang dibutuhkan untuk shalat, dengan alunan merdu suara Tgk Ridwan memimpin Shalat.
Setelah salam, seperti biasanya membaca Shalawat kepada Nabi Muhammad saw serta berdoa. Para Jamaah mengikutinya dengan kusyuk. Selesai berdoa, Jamaah mau pulang. Tiba-tiba terdengar suara Geusyik M Daud Umar dengan keras. “Malam yoe tanyoe taduek siat” ucapnya. Kita telah selesai menanam padi di Sawah, sudah saatnya menyelenggarakan Khanduri Blang dengan Sie Biri, ucapnya.
Dalam jamaah telah lengkap struktur Gampong, mulai dari Keujren Blang, Imum Meunasah, Tuha Peut dan Geusyik. Rapat kilat telah menghasilkan beberapa keputusan penting yaitu jumlah uang diambil dari petani untuk Sie Biri yaitu Rp 10.000,-/per petani. Jumlah petani yang turun ke sawah tahun ini sekitar 80 orang. Berarti jumlah uang yang terkumpul ada Rp 800.000,- cukup membeli seekor Biri. Keputusan ini adalah keputusan bersama, diambil dari musyawarah dan mufakat. Maka Khanduri Blang langsung dipegang kendali pelaksanaannya oleh Keujruen Blang sebagai penguasa sawah.
Khanduri Blang pun dilaksanakan, memasak dan menyediakan lauk pauk lainnya untuk melengkapi Khanduri di lokasi upacara. Sebelum Khanduri, petani mengelar kegiatan doa bersama di Meunasah. Daging Biri tersebut dimasak dan dimakan bersama-sama. Sie Biri tadi diambil kulitnya, dan dibagi ke setiap petani yang bertani di sekitar Gampong. Pihak petani mengambil air yang telah dirajah dan diberi bunga, darah serta kulit Biri. Bahan tersebut dibawa ke Sawah dan diletakkan di Peuneulah. Kegiatan ini dilakukan oleh petani sebagai adat Mugoe setelah selesai musim tanam.
Ritual Sie Biri tidak dilakukan pada babah Lhueng atau mulut parit pengairan menuju sawah. Menurut para petani, berkah dan doa yang diucapkan agar benih padi yang mereka tanam nantinya tumbuh subur dan akan mengalir melalui media darah ke setiap petak sawah yang ada. Darah Sie Biri juga dikatakan bekerja memperkaya unsur-unsur hara di dalam tanah.
Namun bila dipandang dari sisi lain, darah Sie Biri juga memiliki fungsi lain pada tahap sebelum penanaman. Darah hewan sebenarnya dapat juga menyuburkan sawah. Dapat diperhatikan, saat ini kaum ibu yag suka menanam bunga di halaman rumah sering menyiram bunganya dengan air basuhan ikan yang mengandung darah, air tersebut dipercaya dapat menyuburkan tanaman sehingga tanaman mereka akan lebih hijau dan cepat berbunga. Tradisi ini telah menjadi tradisi di Gampong, banyak petani yang bertani melakukan ritual ini.
Adat Khanduri Blang hingga Sie Biri di Gampong adalah untuk mendapat berkah dan masa penanaman padi tidak mendapat gangguan hama penyakit serta tikus di sawah, adalah kekayaan nilai kebudayaan Aceh yang masih bertahan di Gampong. Peuneulah atau Ulee ie adalah tempat keluar masuknya air di sawah. Biasanya Peuneulah itu letaknya di ateung (pembatas sawah antara satu sawah dengan sawah lain).
Ini adalah secuil kisah menarik kurang mendapat liputan media, dan sering terjadi di pelosok Gampong di Aceh, tiada yang tahu siapa pembawa dan dari mana asal kebudayaan Peuduek Sie Kulet Biri bercampur dengan darah di Peuneulah sawah? Apakah rutinitas ini juga dilakukan oleh petani di seluruh pelosok Aceh?
Wilayah adat Meugoe berlaku dalam lingkungan persawahan saja, sesuai kesempatan Petani. Penanggung Jawab adat adalah Keujruen blang, yang dipilih oleh petani setempat. Anggota petani adalah yang memiliki sawah dalam wilayah tersebut. Sanksi adat Meugoe diberikan kepada petani setempat apabila telah melanggar peraturan yang telah ditetapkan.
Adat Meugoe mengatur hubungan sesama petani sawah, mengatur hubungan petani sawah dengan masyarakat yang memiliki ternak, agar hewan tersebut tidak memasuki lahan persawahan. Mengatur pengaliran sawah, dari sawah seseorang ke sawah orang lain melalui diatasnya. Mengatur sanksi adat bagi orang yang berkelahi dalam lingkungan persawahan yang sedang dikerjakan. Mengatur sanksi adat bagi orang yang punya sawah yang tidak memberi air sawah kepada sawah tetangganya, dan juga bagi petani sawah.
Kapan dimulai Meugoe, pihak Keujruen blang telah mengatur semua jadwal dalam bertani. Musim panas dan hujan, meminimalkan hama padi, seperti tikus, ulat, walang sangit dan burung serta belalang dengan cara mengerjakan ritual Khanduri blang hingga Sie Biri.
Upacara tradisional berupa ritual adat yang berbeda caranya antara satu daerah dengan daerah lainnya. Berkaitan dengan kepercayaan, agama, daur hidup dan ada pula yang berkaitan dengan sosial masyarakat. Jarang ada literatur yang berhubungan dengan rutinitas kegiatan roe darah bak ulee ie dan boeh oen peusyijuek dalam pacoek atau situek di Peuneulah.
Penulis :
Tulisan ini pernah dipublikasi oleh Majalah Tuho JKMA Aceh
Apa Kabar Jalan Layang Pidie Jaya
-
Oleh. Bahagia Ishak
Ratusan tiang pancang yang dibuat dari beton bertulang berdiri kekar di
lahan bekas sawah gampong Cot Trieng Kecamatan Meureudu Kabupat...
14 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar