Kamis, 19 Agustus 2010

AMDAL Juga Plat Merah

Sejarah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) di Indonesia pertama kali dilaksanakan oleh pabrik Semen Nusantara Cilacap tahun 1972. Pada tanggal 11 Maret 1982 disahkan Undang Undang (UU) No. 4/1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (LH). Pasal 16 UU tersebut mewajibkan AMDAL bagi setiap rencana kegiatan yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap LH.
Peraturan Amdal mulai berkembang dengan PP 29/1986 kemudian disempurnakan dengan PP 51/1993. Saat ini, aturan pengelolaan lingkungan hidup berlaku PP 27/1999. Dalam pelaksanaan PP tersebut, menteri lingkungan hidup mengeluarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2001 tentang jenis rencana usaha/kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan hidup.

Keputusan menteri LH No.17/2001 telah mengatur skala/besaran suatu jenis rencana usaha dan/atau kegiatan lebih kecil daripada skala/besaran atas dasar pertimbangan ilmiah mengenai daya dukung dan daya tampung lingkungan serta tipologi ekosistem setempat diperkirakan berdampak penting terhadap lingkungan hidup. Maka bagi jenis usaha dan/atau kegiatan tersebut dapat ditetapkan oleh bupati/walikota atau gubernur sebagai jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang lokasinya berbatasan langsung dengan kawasan lindung wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan hidup.

Jenis rencana usaha yang wajib dilengkapi AMDAL mencangkup semua sektor kehidupan yang menimbulkan dampak penting bagi lingkungan sekitar. Dampak penting kegiatan pembangunan adalah terjadinya kerusakan fisik kimia, biologi, dan sosial masyarakat di lokasi kegiatan usaha. AMDAL bidang pertanian tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan berupa erosi tanah, perubahan ketersediaan dan kualitas air, persebaran hama, penyakit dan gulma, serta perubahan kesehatan tanah akibat penggunaan pestisida/herbisida.

Disamping itu sering pula muncul potensi konflik sosial dan penyebaran penyakit endemik. Skala/besaran yang dapat diperhitungkan potensi dampak penting kegiatan terhadap ekosistem, hidrologi, dan bentang alam. Skala /besaran tersebut merupakan luasan rata-rata dari berbagai ujicoba untuk masing-masing kegiatan dengan mengambil lokasi di daerah dataran rendah, sedang, dan tinggi.
Rekomendasi lingkungan menjadi instrumen pokok dalam setiap kegiatan pembangunan. Setiap ada pembangunan yang diperkirakan mempunyai dampak terhadap lingkungan wajib adanya AMDAL. Rekomendasinya layak atau tidak dilanjutkan ke tahap rekonstruksi.

AMDAL merupakan piranti wajib yang ditetapkan oleh pemerintah untuk tahap perencanaan suatu kegiatan usaha. Tujuannya agar potensi dampak lingkungan dan dampak sosial sudah dikenal, ada langkah-langkah persiapan diambil guna mengurangi dampak negatifnya dan mengembangkan dampak positif dari kegiatan pembangunan tersebut.

AMDAL berfungsi untuk menghindari dan meminimalisasi dampak lingkungan sehingga terwujud pembangunan yang berkelanjutan. Survei, prakiraan, dan evaluasi dampak berupa polusi, gangguan keanekaragaman ekosistem, hubungan manusia-alam dan lingkungan global (nir emisi, efek rumah kaca, dll). AMDAL juga untuk mendapatkan konsensus dengan masyarakat (yang terkena dampak), akuntabilitas pemrakarsa dan pemerintah, serta keterlibatan masyarakat dalam pembangunan.

Semua perencanaan kegiatan usaha diatur dalam Undang-Udang, AMDAL menjadi malaikat dalam setiap pembangunan. Negara berkembang telah lama menggunakan “kitab suci AMDAL” sebagai pedoman dalam pembangunan. Saat eksploitasi sumber daya alam terjadi, AMDAL tidak berlaku lagi, di lapangan berlaku peraturan yang berbeda. AMDAL dilupakan begitu saja, hal ini telah menyebabkan terjadi kerusakan lingkungan yang tidak terkendalikan. Malahan pemerintah memberi ruang gerak untuk melakukan eksploitasi sumber daya alam terus menerus sampai memberi dampak penting terhadap lingkungan. Seharusnya pemerintah mengontrol usaha yang merusak lingkungan, dengan cara memeriksa dokumen lingkungan sebelum diberi izin usahanya.

Kebijakan lingkungan hidup yang didengung-dengungkan pemerintahan kurang berfungsi. Penyusunan dokumen AMDAL oleh konsultan perlu dipertanyakan oleh publik, karena kurangnya keterlibatan masyarakat dalam penyusunannya. Bahwa prosedur penyusunan dokumen AMDAL dilakukan oleh konsultan yang memenangkan tender atau yang ditunjuk oleh panitia pelelangan terkait.

Ada plesetan kata khusus hasil penyusunan AMDAL dikatakan berplat merah. AMDAL plat merah dalam arti sesungguhnya AMDAL yang dipaksakan “jadi” proyeknya. Disini perlu dikaji lebih dalam bahwa penyusunan AMDAL harus benar-benar memihak kepada lingkungan. Tertulis dalam laporan, kegiatan proyek ini layak dilanjutkan ke tahap konstruksi, kalau rekomendasi yang tidak layak akan berdampak terhadap kinerja pemeritah sendiri. Dikhawatirkan akan ada anggapan bahwa pemerintah tidak berhasil dalam pembangunan AMDAL plat merah untuk menunjang administrasi pembangunan dan memuluskan proyek.

AMDAL menjadi syarat mutlak sebelum melakukan pembangunan, diperincikan dalam undang-undang melalui kajian-kajian dari berbagai aspek lingkungan. Bermacam ahli dilibatkan dalam merumuskan konsep untuk menghasilkan dokumen kajian awal pembangunan.

Multi Disiplin Ilmu
AMDAL menjadi instrumen penting sebelum memulai pembangunan fisik, kegiatan pembangunan berlandasan hasil rekomendasi tim penyusun AMDAL. Ruang lingkup kajian meliputi dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan.

Tujuan secara umum AMDAL adalah menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan serta menekan pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi sangat rendah. Dengan demikian AMDAL diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang pelaksanaan rencana kegiatan yang mempunyai dampak terhadap lingkungan hidup.

Masyarakat juga cenderung lebih mempertahankan hidup dengan menggantungkan pada sumber daya alam daripada melakukan tindakan untuk melindungi kehidupan liar, spesies langka dan keanekaragaman hayati. Agenda sosial untuk perlindungan lingkungan tersebut juga lemah dan mempunyai sedikit kesempatan untuk diangkat menjadi agenda politik.

Kemiskinan, buta huruf, kurangnya informasi, sangat berkuasanya elit politik dan ekonomi, rezim politik yang terlalu mengontrol dan otoriter, merupakan faktor adanya situasi tersebut. Pengelolaan lingkungan sebenarnya merupakan kegiatan yang dilakukan antar instansi, karena mencakup multi disiplin ilmu.

Untuk efektifitas AMDAL, seharusnya instansi lingkungan hidup dan sektoral pemerintah harus melakukan koordinasi, berbagi informasi dan bekerjasama untuk menerapkan AMDAL dalam siklus proyek, melakukan evaluasi terhadap usaha penilaian dan perencanaan lingkungan, serta menyusun rekomendasi.

Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat tampaknya kurang terjadi pada pelaksanaan AMDAL di Indonesia. Dalam penyusunan rancangan program, komisi AMDAL yang berada di masing-masing sektor kementrian dan propinsi bekerja sendiri -sendiri. Komisi dapat menyetujui laporan AMDAL tanpa adanya konsultasi dengan departemen lain yang bertanggung jawab terhadap lokasi proyek, kontrol gangguan dan izin kegiatan. Jadi program AMDAL hanya menyediakan sedikit atau tidak sama sekali kesempatan secara resmi bagi staf pemerintah untuk bekerjasama menghindari atau mengurangi dampak lingkungan selama perancangan proyek dan selama proses kesepakatan pelaksanaan proyek.

Pada umumnya pelaksanaan AMDAL tidak mengikutsertakan partisipasi masyarakat dalam perencanaan proyek dan pengambilan keputusan. Konsultasi dengan masyarakat secara resmi pada proyek-proyek yang diusulkan biasanya hanya dilakukan pada saat survei untuk mengumpulkan informasi. Konsultasi masyarakat dianggap tidak penting, karena dianggap semua telah sepakat. Kalaupun ada keinginan masyarakat untuk menolak usulan proyek, karakter budaya yang ada akan menghambat pengungkapan keinginan tersebut. Sebaliknya, pemerintahan negara barat justru mensponsori adanya konsultasi masyarakat dalam setiap usulan pembangunan, yang mana pertikaian dan perdebatan dapat terjadi, dan semuanya adalah untuk tujuan atau kepentingan bersama.

Dalam kondisi pelaksanaan AMDAL di Indonesia tersebut, faktor budaya seharusnya menjadi perhatian utama disamping faktor teknis ketika mengkaji kesulitan yang timbul dalam pelaksanaan kebijakan atau program seperti AMDAL, yang berasal dari barat dan diterapkan di negara dengan budaya yang berbeda.

Pencemaran Lingkungan
Setiap negara mempunyai permasalahan lingkungan yang berbeda. Namun, secara umum ada permasalahan lingkungan hidup di negara sedang berkembang seperti Indonesia, yang bermasalah dalam pemanfaatan sumber daya alam yang melebihi daya recovery-nya. Disamping itu, permasalahan lainnya adalah pemanfaatan lingkungan yang melebihi daya dukungnya. Pencemaran lingkungan perairan, daratan dan atmosfer merupakan persoalan yang ditemukan pada berbagai lingkungan utamanya di perkotaan. Pencemaran menyebabkan kualitas lingkungan yang rendah sebagai akumulasi dari kegiatan pembangunan yang dilaksanakan.

Sementara tuntutan manusia akan komoditas kualitasnya juga akan meningkat, maka tidak jarang untuk memproduksi komoditas yang lebih baik, sumberdaya alam yang dikorbankan semakin banyak. Secara parsial permasalahan lingkungan secara gradual terbanyak terjadi di lingkungan perairan seperti laut, kemudian di pantai, sungai, baru kemudian perairan, rawa dan danau.
Sementara itu, persoalan lainnya adalah mengenai kependudukan. Persoalan penduduk yang berkaitan dengan jumlah, kepadatan, pertumbuhan, sebaran dan mobilisasi memang menimbulkan persoalan lingkungan. Disamping secara kualitatif manusia ingin memperoleh kualitas hidupnya dengan memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan yang semakin banyak.

Satu kenyataan mengkhawatirkan adalah pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang semakin intensif. Pemanfaatan sumber daya alam semakin meningkat dalam hal mineral, hutan, tanah dan air. Demikian juga pemanfaatan lingkungan yang semakin tidak terkendali terhadap ekosistem alam, lingkungan perkotaan, kawasan hutan dan perairan danau, sungai dan pesisir. Pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup ini semakin menunjukkan kecenderungan meningkat.

Pembangunan dengan proyek yang dikaji dari aspek kelayakan lingkungan dapat disebut sebagai pembangunan berwawasan lingkungan. Pembangunan berwawasan lingkungan pada hakekatnya dilaksanakan untuk mewujudkan pembangunan berlanjut (sustainable development). Instrumen untuk mencapai pembangunan berlanjut adalah AMDAL.(Oleh. Bahagia Ishak)

0 komentar: