Kamis, 19 Agustus 2010

Apa Kabar Jalan Layang Pidie Jaya

Oleh. Bahagia Ishak

Ratusan tiang pancang yang dibuat dari beton bertulang berdiri kekar di lahan bekas sawah gampong Cot Trieng Kecamatan Meureudu Kabupaten Pidie Jaya. Salah satu lokasi akan menjadi tempat strategis di Pidie Jaya. Terlihat satu Hammer Kren, alat berat untuk menancapkan tiang ke dalam tanah. Terlihat beberapa orang pekerja sedang menyelesaikan pekerjaannya, begitulah rutinitas kegiatan pembangunan jalan layang Pidie Jaya.

Ada satu pamplet proyek informasi pelaksana proyek utama pekerjaan pembangunan jalan kawasan perkantoran Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya yang dilakukan oleh kontraktor. Tertulis pada papan proyek dari Dinas Pekerjaan Umum Pidie Jaya, biaya pekerjaan Rp 46.799.610.000,- (Empat puluh enam milyar tujuh ratus sembilan ratus sembilan juta enam ratus sepuluh ribuh rupiah) termasuk pajak. Perincian sumber dana 46,8 miliar bersumber dari hibah Provinsi sebesar Rp 12,8 milyar, dana dari sumber lain tahun 2010 Rp 10 milyar serta dari sumber lainnya tahun 2011-2012 sebesar Rp 26 miliar. Jumlah yang tidak sedikit untuk sebuah proyek prestise di daerah tingkat dua yang baru lahir.

Sambutan positif atas kebijakan pembangunan jalan layang sepanjang 800 meter dengan lebar 30 meter itu muncul dari banyak kalangan. Ada yang menganggap itu sebagai prestise daerah untuk membuktikan bahwa daerah tingkat dua yang baru peccah dari induknya Kabupaten Pidie itu bisa membangun melebihi abangnya.

Namun, pihak pemerintah Kabupaten Pidie Jaya punya alasan lain, katanya, penyelamatan jalan layang itu berlatarbelakang pada upaya penyelamatan sawah produkif dari pembangunan toko-toko baru, serta menghemat anggaran penimbunan sawah. Tentunya dampak proyek terbesar di Pidie Jaya, dan proyek satu-satunya di Aceh yang membangun jalan highway di tingkat kabupaten berpengaruh terhadap masyarakat Pijay.

Semoga alasan pemerintah membuka jalan layang demi menyelamatkan lahan pertanian dapat diterima oleh masyarakat Pidie Jaya. Dibangun ataupun tidak, lahan produktif milik masyarakat tetap akan dipakai oleh pemiliknya untuk mendirikan bangunan baru, alih fungsi lahanpun akan tetap terjadi. Sederet bangunan baru menghiasi sawah di sekitar Meureudu, Meurah Dua, Ulim dan Ule Glee. Pembangunan membutuhkan lahan, ratusan hektar tanah bakal terpakai untuk pengembangan kota Pidie Jaya kedepan.

Usia kabupaten ini boleh dibilang masih belia, namum geliat kemajuan terasa dalam kehidupan masyarakat Pidie Jaya. Tentunya ini tidak terlepas pada kebijakan pemerintah yang berpengaruh terhadap kemajuan daerah penghasil pertanian tersebut. Kebijakan publik harus mengikuti perkembangan zaman, membangun jalan layang tentunya tidak boleh mengorbankan hak-hak rakyat.

Perubahan harus dimulai oleh pemimpin negeri dimulai dari hal-hal yang kecil. Wahai pemimpin berilah contoh tauladan kepada rakyat, jangan korbankan rakyat demi kepentingan sesaat. Membangun dengan hati ikhlas adalah dambaan rakyat. Jadilah pemimpin yang bijaksana dan dapat mengatasi semua permasalahan yang terjadi di daerah.

Pada satu sisi, pembangunan jalan layang akan menghasilkan kemajuan pesat bagi Pidie Jaya nantinya. Satu langkah lebih maju dari kabupaten lain di Aceh. Gebrakan pemerintah Pijay ini harus didukung oleh seluruh masyarakat, asalkan kebijakan dan perencanaan pembangunan tidak menjadi permasalahan di kemudian hari. Hal demikian patutlah dihindari, karena kemungkinan kasus hak milik tanah dapat menjadi pemicu masalah.

Pidie Jaya merupakan daerah pertanian, perkebunan dan perikanan. Luas lahan pertanian mencapai 8.015,25 hektar. Sektor pertanian sangat diandalkan oleh daerah ini. Tahun 2009 produksi padi mencapai 79.014 ton. Sektor perkebunan, pertanian, nelayan, peternakan, industri dan perdagangan adalah sektor lain yang juga diunggulkan oleh pemerintah daerah. Menurut data statistik jumlah penduduk Pidie Jaya tahun 2008 lalu 128.446 jiwa, 51.184 jiwa laki-laki dan 67.262 jiwa perempuan.

Laju Pertumbuhan dan Pembangunan
Laju pertumbuhan perekonomian daerah pada tahun 2007 sebesar 2,91%, tahun 2008 meningkat menjadi 3,25% dan tahun 2009 meningkat sekitar 3,87%. Pertumbuhan terbesar terjadi pada sektor jasa sebesar 5,20% dikuti sektor pertanian sebesar 3,87%.

Sedangkan untuk PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku masih didominasi oleh sektor pertanian sebesar 642,94 milyar diikuti oleh sektor jasa sebesar 123,51 milyar, demikian juga halnya bila ditinjau atas dasar harga konstan sektor pertanian mendominasi sebesar 355,37 milyar. Hal ini telah mempengaruhi terhadap penurunan angka penduduk miskin sebesar 5,81% dari tahun sebelumnya (BAPPEDA Pidie Jaya).

Melihat laju pertumbuhan dan pembangunan Pidie Jaya sangat didominasi dari sektor pertanian mencapai 642,94 milyar, sudah sepatutnya pemerintah memperketat aturan penggunaan lahan. Jumlah lahan pertanian Pidie Jaya tiap hari terus berkurang. Kemungkinan krisis pangan terjadi pada saat produksi petani menurun seiring dengan berkurangnya jumlah sawah yang aktif. Krisis pangan haruslah dihindari di daerah penghasil beras.

Dampak Jalan Layang
Dampak dari pembangunan jalan layang secara fisik berpotensi menimbulkan degradasi pada ekosistem, perubahan pada bentuk lahan dan bentang alam, dan secara tidak langsung dapat memicu terjadinya kerusakan sumber daya alam.

Pembangunan jalan diperlukan untuk menopang pelaksanaan pembangunan di bidang lain, yang ditujukan untuk keseimbangan dan pemerataan pelaksanaan pembangunan serta pengembangan wilayah. Pembangunan jalan diperlukan dalam rangka pembentukan pola tata ruang dan struktur ruang.

Rakyat semestinya dapat mengingatkan pemerintah untuk mengutamakan pemberdayaan ekonomi rakyat kecil dan menengah, pendidikan, kesehatan dan fasilitas publik. Khusus untuk pendidikan, diharapkan pemerintah memberi perhatian khusus meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dengan cara memberi beasiswa kepada siswa kurang mampu, dan mahasiswa Pidie Jaya yang sedang belajar di luar daerah.

Alih Fungsi Lahan
Bertani dan berkebun merupakan sumber penghasilan utama bagi sebagian besar masyarakat Pidie Jaya. Status lahan sepanjang lokasi dan jalan menuju pusat perkantoran pembangunan Pidie Jaya adalah milik masyarakat. Perubahan fungsi lahan telah menyebabkan alih fungsi lahan dari produktif menjadi tidak produktif. Lokasi yang dekat dengan jalan Banda Aceh-Medan dipilih sebagai pusat perkantoran Pidie Jaya. Lokasi strategis adalah syarat penting dalam perancangan dan perencanaan kota.

Diperkirakan nantinya ratusan hektar sawah berubah fungsi menjadi pusat perkantoran dan pertokoan. Hal ini akan menimbulkan interaksi timbal balik antara iklim dengan perubahan guna lahan yang dapat menyebabkan perubahan iklim di kota Meureudu.

Luas area tanam 13.390 ha, luas panen 13,253 ha, produksi 81,459 ha dan produktivitas/ton 6,15 ha/ton (BPS Pidie Jaya). Setelah berubahnya fungsi lahan, produksi hasil tanam akan menurun. Luas lahan sawah menurut kecamatan di Kabupaten
Pidie Jaya adalah kecamatan Bandar Baru 1.365 hektar, Pante Raja 222,25 hektar, Trienggadeng 1.376 hektar luas sawah dan 129,50 hektar irigasi teknis, Meureudu 1.100 hektar, Meurah Dua 650 hektar, Ulim 1.002 hektar, Jangka Buya 466 hektar dan Bandar Dua 1.834 hektar. Jumlah total luas lahan sawah adalah 8.015,25 hektar.
Dinas Pertanian Pidie Jaya mengaku akan mencetak sawah baru seluas 200 hektar sebagai pengganti sawah yang telah dipakai oleh pemerintah. Lokasi cetak sawah baru di wilayah Meureudu 54 hektar, Meurah Dua 62 hektar dan Ulim 74 hektar. Pencetakan sawah baru dilakukan untuk mengantisipasi dan mengganti sawah yang telah dipakai oleh pemerintah dan swasta.

Dalam perancangan dan perencanaan kawasan perkotaan Pidie Jaya, perlu digarisbawahi bahwa perubahan guna lahan yang direncanakan akan memberikan implikasi yang sangat besar terhadap sistem iklim. Perubahan fungsi lahan terus terjadi, sampai pihak dinas terkait tidak mempunyai data alih fungsi lahan. Berapa hektar telah terpakai dalam pembangunan Pidie Jaya dan pihak swasta.

Sepanjang hamparan sawah di Meureudu, Meurah Dua, Ulim, Ulee Gle telah berdiri bangunan. Pembangunan bukan hanya pusat pemerintahan, tetapi juga jalan layang sebagai penghubung pusat perkantoran dan jalan raya Banda Aceh-Medan. Pembangunan di Pidie Jaya di atas tanah sawah. Persentase pembangunan sebanding dengan pertumbuhan ekonomi. Diperkirakan sepanjang lahan jalan Banda Aceh Medan bakal berdiri toko sampai dengan perbatasan kabupaten Pidie Jaya yaitu kabupaten Bireuen.

Harapan
Diharapkan kepada pemerintah Pidie Jaya untuk menetapkan daerah pertanian yang tidak boleh digunakan untuk pembangunan atau alih fungsi lahan. Zona Agrikultura sangat penting dalam perancangan Pidie Jaya kedepan, tujuannya untuk melindungi tanah dan aktivitas pertanian dari yang bukan tanah pertanian. Penetapan daerah pertanian dapat menentukan banyak faktor, misalnya izin pakai dan luas perkebunan.

Harapan selanjutnya adalah adanya peraturan yang ketat mengenai lahan pembangunan yang tidak mengganggu lahan pertanian rakyat. Pidie Jaya memerlukan lahan pertanian yang berkelanjutan untuk pendekatan sistematis yang berfokus pada penghasilan (produktivitas) jangka panjang dari sumber daya manusia dan alam untuk mendapatkan kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat Pidie Jaya.

{publikasi kolom Fokus Harian Aceh edisi 19 Agustus 2010)

AMDAL Juga Plat Merah

Sejarah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) di Indonesia pertama kali dilaksanakan oleh pabrik Semen Nusantara Cilacap tahun 1972. Pada tanggal 11 Maret 1982 disahkan Undang Undang (UU) No. 4/1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (LH). Pasal 16 UU tersebut mewajibkan AMDAL bagi setiap rencana kegiatan yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap LH.
Peraturan Amdal mulai berkembang dengan PP 29/1986 kemudian disempurnakan dengan PP 51/1993. Saat ini, aturan pengelolaan lingkungan hidup berlaku PP 27/1999. Dalam pelaksanaan PP tersebut, menteri lingkungan hidup mengeluarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2001 tentang jenis rencana usaha/kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan hidup.

Keputusan menteri LH No.17/2001 telah mengatur skala/besaran suatu jenis rencana usaha dan/atau kegiatan lebih kecil daripada skala/besaran atas dasar pertimbangan ilmiah mengenai daya dukung dan daya tampung lingkungan serta tipologi ekosistem setempat diperkirakan berdampak penting terhadap lingkungan hidup. Maka bagi jenis usaha dan/atau kegiatan tersebut dapat ditetapkan oleh bupati/walikota atau gubernur sebagai jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang lokasinya berbatasan langsung dengan kawasan lindung wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan hidup.

Jenis rencana usaha yang wajib dilengkapi AMDAL mencangkup semua sektor kehidupan yang menimbulkan dampak penting bagi lingkungan sekitar. Dampak penting kegiatan pembangunan adalah terjadinya kerusakan fisik kimia, biologi, dan sosial masyarakat di lokasi kegiatan usaha. AMDAL bidang pertanian tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan berupa erosi tanah, perubahan ketersediaan dan kualitas air, persebaran hama, penyakit dan gulma, serta perubahan kesehatan tanah akibat penggunaan pestisida/herbisida.

Disamping itu sering pula muncul potensi konflik sosial dan penyebaran penyakit endemik. Skala/besaran yang dapat diperhitungkan potensi dampak penting kegiatan terhadap ekosistem, hidrologi, dan bentang alam. Skala /besaran tersebut merupakan luasan rata-rata dari berbagai ujicoba untuk masing-masing kegiatan dengan mengambil lokasi di daerah dataran rendah, sedang, dan tinggi.
Rekomendasi lingkungan menjadi instrumen pokok dalam setiap kegiatan pembangunan. Setiap ada pembangunan yang diperkirakan mempunyai dampak terhadap lingkungan wajib adanya AMDAL. Rekomendasinya layak atau tidak dilanjutkan ke tahap rekonstruksi.

AMDAL merupakan piranti wajib yang ditetapkan oleh pemerintah untuk tahap perencanaan suatu kegiatan usaha. Tujuannya agar potensi dampak lingkungan dan dampak sosial sudah dikenal, ada langkah-langkah persiapan diambil guna mengurangi dampak negatifnya dan mengembangkan dampak positif dari kegiatan pembangunan tersebut.

AMDAL berfungsi untuk menghindari dan meminimalisasi dampak lingkungan sehingga terwujud pembangunan yang berkelanjutan. Survei, prakiraan, dan evaluasi dampak berupa polusi, gangguan keanekaragaman ekosistem, hubungan manusia-alam dan lingkungan global (nir emisi, efek rumah kaca, dll). AMDAL juga untuk mendapatkan konsensus dengan masyarakat (yang terkena dampak), akuntabilitas pemrakarsa dan pemerintah, serta keterlibatan masyarakat dalam pembangunan.

Semua perencanaan kegiatan usaha diatur dalam Undang-Udang, AMDAL menjadi malaikat dalam setiap pembangunan. Negara berkembang telah lama menggunakan “kitab suci AMDAL” sebagai pedoman dalam pembangunan. Saat eksploitasi sumber daya alam terjadi, AMDAL tidak berlaku lagi, di lapangan berlaku peraturan yang berbeda. AMDAL dilupakan begitu saja, hal ini telah menyebabkan terjadi kerusakan lingkungan yang tidak terkendalikan. Malahan pemerintah memberi ruang gerak untuk melakukan eksploitasi sumber daya alam terus menerus sampai memberi dampak penting terhadap lingkungan. Seharusnya pemerintah mengontrol usaha yang merusak lingkungan, dengan cara memeriksa dokumen lingkungan sebelum diberi izin usahanya.

Kebijakan lingkungan hidup yang didengung-dengungkan pemerintahan kurang berfungsi. Penyusunan dokumen AMDAL oleh konsultan perlu dipertanyakan oleh publik, karena kurangnya keterlibatan masyarakat dalam penyusunannya. Bahwa prosedur penyusunan dokumen AMDAL dilakukan oleh konsultan yang memenangkan tender atau yang ditunjuk oleh panitia pelelangan terkait.

Ada plesetan kata khusus hasil penyusunan AMDAL dikatakan berplat merah. AMDAL plat merah dalam arti sesungguhnya AMDAL yang dipaksakan “jadi” proyeknya. Disini perlu dikaji lebih dalam bahwa penyusunan AMDAL harus benar-benar memihak kepada lingkungan. Tertulis dalam laporan, kegiatan proyek ini layak dilanjutkan ke tahap konstruksi, kalau rekomendasi yang tidak layak akan berdampak terhadap kinerja pemeritah sendiri. Dikhawatirkan akan ada anggapan bahwa pemerintah tidak berhasil dalam pembangunan AMDAL plat merah untuk menunjang administrasi pembangunan dan memuluskan proyek.

AMDAL menjadi syarat mutlak sebelum melakukan pembangunan, diperincikan dalam undang-undang melalui kajian-kajian dari berbagai aspek lingkungan. Bermacam ahli dilibatkan dalam merumuskan konsep untuk menghasilkan dokumen kajian awal pembangunan.

Multi Disiplin Ilmu
AMDAL menjadi instrumen penting sebelum memulai pembangunan fisik, kegiatan pembangunan berlandasan hasil rekomendasi tim penyusun AMDAL. Ruang lingkup kajian meliputi dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan.

Tujuan secara umum AMDAL adalah menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan serta menekan pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi sangat rendah. Dengan demikian AMDAL diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang pelaksanaan rencana kegiatan yang mempunyai dampak terhadap lingkungan hidup.

Masyarakat juga cenderung lebih mempertahankan hidup dengan menggantungkan pada sumber daya alam daripada melakukan tindakan untuk melindungi kehidupan liar, spesies langka dan keanekaragaman hayati. Agenda sosial untuk perlindungan lingkungan tersebut juga lemah dan mempunyai sedikit kesempatan untuk diangkat menjadi agenda politik.

Kemiskinan, buta huruf, kurangnya informasi, sangat berkuasanya elit politik dan ekonomi, rezim politik yang terlalu mengontrol dan otoriter, merupakan faktor adanya situasi tersebut. Pengelolaan lingkungan sebenarnya merupakan kegiatan yang dilakukan antar instansi, karena mencakup multi disiplin ilmu.

Untuk efektifitas AMDAL, seharusnya instansi lingkungan hidup dan sektoral pemerintah harus melakukan koordinasi, berbagi informasi dan bekerjasama untuk menerapkan AMDAL dalam siklus proyek, melakukan evaluasi terhadap usaha penilaian dan perencanaan lingkungan, serta menyusun rekomendasi.

Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat tampaknya kurang terjadi pada pelaksanaan AMDAL di Indonesia. Dalam penyusunan rancangan program, komisi AMDAL yang berada di masing-masing sektor kementrian dan propinsi bekerja sendiri -sendiri. Komisi dapat menyetujui laporan AMDAL tanpa adanya konsultasi dengan departemen lain yang bertanggung jawab terhadap lokasi proyek, kontrol gangguan dan izin kegiatan. Jadi program AMDAL hanya menyediakan sedikit atau tidak sama sekali kesempatan secara resmi bagi staf pemerintah untuk bekerjasama menghindari atau mengurangi dampak lingkungan selama perancangan proyek dan selama proses kesepakatan pelaksanaan proyek.

Pada umumnya pelaksanaan AMDAL tidak mengikutsertakan partisipasi masyarakat dalam perencanaan proyek dan pengambilan keputusan. Konsultasi dengan masyarakat secara resmi pada proyek-proyek yang diusulkan biasanya hanya dilakukan pada saat survei untuk mengumpulkan informasi. Konsultasi masyarakat dianggap tidak penting, karena dianggap semua telah sepakat. Kalaupun ada keinginan masyarakat untuk menolak usulan proyek, karakter budaya yang ada akan menghambat pengungkapan keinginan tersebut. Sebaliknya, pemerintahan negara barat justru mensponsori adanya konsultasi masyarakat dalam setiap usulan pembangunan, yang mana pertikaian dan perdebatan dapat terjadi, dan semuanya adalah untuk tujuan atau kepentingan bersama.

Dalam kondisi pelaksanaan AMDAL di Indonesia tersebut, faktor budaya seharusnya menjadi perhatian utama disamping faktor teknis ketika mengkaji kesulitan yang timbul dalam pelaksanaan kebijakan atau program seperti AMDAL, yang berasal dari barat dan diterapkan di negara dengan budaya yang berbeda.

Pencemaran Lingkungan
Setiap negara mempunyai permasalahan lingkungan yang berbeda. Namun, secara umum ada permasalahan lingkungan hidup di negara sedang berkembang seperti Indonesia, yang bermasalah dalam pemanfaatan sumber daya alam yang melebihi daya recovery-nya. Disamping itu, permasalahan lainnya adalah pemanfaatan lingkungan yang melebihi daya dukungnya. Pencemaran lingkungan perairan, daratan dan atmosfer merupakan persoalan yang ditemukan pada berbagai lingkungan utamanya di perkotaan. Pencemaran menyebabkan kualitas lingkungan yang rendah sebagai akumulasi dari kegiatan pembangunan yang dilaksanakan.

Sementara tuntutan manusia akan komoditas kualitasnya juga akan meningkat, maka tidak jarang untuk memproduksi komoditas yang lebih baik, sumberdaya alam yang dikorbankan semakin banyak. Secara parsial permasalahan lingkungan secara gradual terbanyak terjadi di lingkungan perairan seperti laut, kemudian di pantai, sungai, baru kemudian perairan, rawa dan danau.
Sementara itu, persoalan lainnya adalah mengenai kependudukan. Persoalan penduduk yang berkaitan dengan jumlah, kepadatan, pertumbuhan, sebaran dan mobilisasi memang menimbulkan persoalan lingkungan. Disamping secara kualitatif manusia ingin memperoleh kualitas hidupnya dengan memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan yang semakin banyak.

Satu kenyataan mengkhawatirkan adalah pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang semakin intensif. Pemanfaatan sumber daya alam semakin meningkat dalam hal mineral, hutan, tanah dan air. Demikian juga pemanfaatan lingkungan yang semakin tidak terkendali terhadap ekosistem alam, lingkungan perkotaan, kawasan hutan dan perairan danau, sungai dan pesisir. Pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup ini semakin menunjukkan kecenderungan meningkat.

Pembangunan dengan proyek yang dikaji dari aspek kelayakan lingkungan dapat disebut sebagai pembangunan berwawasan lingkungan. Pembangunan berwawasan lingkungan pada hakekatnya dilaksanakan untuk mewujudkan pembangunan berlanjut (sustainable development). Instrumen untuk mencapai pembangunan berlanjut adalah AMDAL.(Oleh. Bahagia Ishak)