Kamis, 31 Desember 2009

Sudut Terpencil Gampong Lapeng

Surat untuk Pemerintah Aceh [Tabloid Kontras]

Terlihat dari kejauhan pohon mengering berjajaran dipinggir laut, ada tidak ada daun lagi, rantingnya banyak telah patah, kering kerontang berdiri kaku di Alue pintu masuk Gampong Lapeng, Pulo Breuh Utara Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar.

Ombak laut terus berkicau memecahkan kesunyian. Sepi seperti tidak ada kehidupan, tidak ada penduduk berdomisili menetap disana. Tidak bias masuk boat seperti di Lampuyang, karena tidak ada dermaga dan pelabuhan, boet masuk kampong saat air laut pasang.

Naik boet dari pelabuhan Ulee Lheu, Banda Aceh tujuan ke Pelabuhan Lampuyang, pusat kecamatan Pulo Aceh. Transportasi sangat mahal, ongkos sewa boat Lampuyang ke Lapeng antara Rp 500 – 800 ribu.
“Gampong kami tidak ada dalam kamus dan peta Aceh. Saya berasal dari Pasi Lhong Aceh Besar. Sekitar 64 tahun lalu saya kawin dengan seorang perempuan warga Lapeng. Sampai hari tetap tinggal dan menetap disini,” ucap Zakaria, Ketua Tuha Peut Gampong Lapeng, Senin (28/7).

Katanya ada sekitar 130 jiwa penduduk menetap di gampong ini. Pulang ke gampong, tunggu air pasang naik, baru bisa masuk ke kampong. “Jadi, kami menunggu di laut sampai air pasang, kadang-kadang harus menunggu berjam-jam. Hal sangat mendesak, jika ada warga yang sakit dan keperluan mendadak pergi ke Aceh. Warga harus berangkat dari gampong jam 00.00 malam pergi ke Lampuyang. Sungguh kami menunggu, sampai air pasang baru boat keluar masuk kampong,” ucap Zainuddin.

Dari Lampuyang tidak ada transportasi ke Lapeng, sekitar 45 menit perjalanan. Warga dua kali naik boet, itupun disewa warga demi transportasi ke Lampuyang. Naik boat berobat ke Lampuyang, masyarakat berharap ada boat penumpang ke Lapeng. Setelah tsunami banyak warga pindah ke Jantho mengungsi, Lapeng menjadi sangat terpencil.

Menurut Zainuddin, Lapeng adalah salah satu potret sudut negeri Aceh belum tersentuh pembangunan. Terisolir dan terpencil, tidak ada pendidikan, kesehatan dan lampu penerangan Negara di sana. “Jika orang meninggal, mayat di semayamkan beberapa lama, sambil menunggu kedatangan Teungku dari Aceh untuk difardu kifayahkan,” ucap Geusyik Lapeng.

Zainuddin bercerita, hari Juma’t ada sekitar 50-an lekali wajib Jumat tidak menunaikan kewajibannya shalat Jumat di Masjid. Para Lelaki banyak berdiam diri di Gampong. Satu hal lagi, tidak ada shalat berjamaah lima waktu seperti di gampong-gompong di Aceh. Tahun lalu, bulan Ramadhan kami lalui dengan tidak menunaikan Shalat Tarawih, karena warga tidak ada yang bisa menjadi Imam. “Tolong dicari Ustad dan Teungku di Aceh untuk menjadi Imam taraweh bulan puasa disini,” pesan Bapak tua ini.

Lebih lanjut Zainuddin menambahkan, kami jika ingin Shalat Juma’t harus pergi ke Mesjid Al-Mukarramah Lampuyang. “Masyarakat shalat Juma’t dalam sebulan satu kali, hanya untuk menutupi kewajiban. Itupun banyak yang tidak pergi menunaikan shalat juma’t,” ucapnya.

Ia sangat berharapan dapat dibangun sarana Ibadah, dan pemerintah mengirim orang berilmu untuk mengajari anak-anak kami pendidikan agama. “Tidak ada orang yang berpendidikan di sini,” ucapnya dengan sedih.

Begitu juga dengan rumah sekolah, waktu kami minta rumah sekolah pada Pak Camat, dia mengangguk akan dibangun rumah sekolah. Tapi sudah berapa lama kami tunggu, tidak kunjung juga dibangun gedung sekolah yang layak bagi pendidikan anak-anak kami.

Lapeng kaya dengan hasil alam di hutan seperti Awe, hasil laut; ikan, udang, loapter. Kandungan besi di gunung Ceumok, seandainya dikelola dengan benar, makan akan banyak menghasilkan PAD daerah Kab. Aceh Besar. Tertinggal dalam segala sector, seperti tidak ada fasilitas umum, seperti sekolah, pusat kesehatan masyarakat, listrik, tanggul, dermaga, dan bale nelayan.

Menjadikan pulo Aceh sebagai tujuan wisata lokal, harus dibarengi oleh transportasi laut baik.

Begitu juga hasil Pembukaan SPBU nelayan bagi warga pulo dan para nelayan dari luar mencari ikan diseputar pulo. Banyak ikan dikirim ke medan, sudah saatnya pemerintah membuka pabrik pengkalengan ikan disana, ucap Drs. Sulaimi dengan prihatin.

Ada rumah sekolah, karena ada bantuan Gampong berasal dari dana kutipan Pajak gampong bari siapa saja yang menjual dan mengeluarkan kekayaan alam Kampung ke luar, wajib membayar pajak ke Kas Gampong untuk digunakan secara bersama-sama dan demi kebutuhan umum.

Banyak sumber daya alam yang terdapat di Gampong ini, seperti kandungan besi di gunung, batu gunung, kayu, pasir, nilam, sayur-sayuran. Jika di jual ke luar, maka penjual harus membayar distribusi sedikit uang hasil bagi kepentingan gampong.

Drs. Sulaimi, camat Pulo Aceh, Kab. Aceh Besar mengatakan empat wilayah di pulo tidak ada PLN negera, yaitu Deudap, Alue Raya, Lapeng dan Meulingge, tidak ada PLN disana. Ucap Sulaimi, Minggu (10/8) di sekretariatan Pulo Aceh, Punge Banda Aceh.

Kenapa masih ada warga disana tidak punya rumah, seperti di Rinon dan Alue Raya. Dulu waktu pertama rehab rekonstruksi dimulai. Ada masuk bantuan rumah kedua

daerah itu, ada satu lembaga yang mempropokasi warga supaya tidak menerima rumah bantuan. Katanya tidak layak huni, akhirnya semua warga tidak mau menerima bantuan rumah itu. Bantuan pembangunan rumah dibangun ke Meulingge.

Material ke Pulo Aceh susah dibawanya. Satu sisi masyarakat pulo Aceh hanjeut lebeh kurueng. Pulo Aceh dipenuhi oleh berbagai kasus. Saya sendiri tidak mau mencampuri urusan dengan proyek.

Pembangunan rumah pendidikan seperti di Deudap. Ada enam belas ruangan, delapan belas orang murid dan dibantu delapan orang guru pengajar. Guru banyak menetap di Banda Aceh, pemerintah tidak memperhatikan nasib mereka. Pulang pergi mengajar ke Pulo, membutuhkan dua kali lipat biaya, ucap Drs. Sulaimi.

Pulau Aceh pulo harapan kabupaten Aceh Besar. Sebanyak 17 gampong menjadi andalan pulo, dibagi 3 kemukiman yatu mukim pulo nasi, mukim pulo breah utara dan mukim pulo breah selatan. Jumlah penduduk 5600 jiwa bermukim di 2 pulau yaitu pulau nasi dan pulau breah. Potensi sangat bagus dipulo.

Drs. Sulaimi menjelaskan banyak uang masuk ke Pulo, tetapi tidak ada hasil apa-apa yang ada di pulo. Seperti Alue Riyeun, sekitara 5 milyar bantuan dari berbagai lembaga donor membangun gampong tersebut. Datang ketempat itu, seperti tidak ada pembangunan apa-apa. [Bahagia Ishak]

0 komentar: