Oleh Bahagia Ishak [Publikasi Harian Aceh Independen]
Peta politik di Aceh, saat ini cenderung melingkar-lingkar, berputar-putar di angkasa tanpa menyentuh tanah. Dari isu ke isu silih berganti, tumpang tindih, tak tahu kapan akan berakhir. Belum selesai satu kasus muncul kasus yang lain, menyisakan berjuta pertanyaan ironis, setelah itu akan ada isu lain yang ikut menjadikan ketidakyamanan dalam kehidupan rakyat Aceh.
Kalau begeni terus menerus, kapan selesainya masalah, malahan akan terus berada dalam bingkaian gudang masalah. Akibatnya rakyat Aceh menikmati produk konflik, hasilnya pemimpin Aceh sekarang tidak bisa mengapai cita-cita luhur terwujudnya perubahan dalam segala sektor kehidupan rakyat Aceh. Semua masalah timbul akibat politik ketidak-adilan pembagian kekuasaan.
Pemerintahan Aceh harus adil membagi ‘kue’ kekuasaan kepada seluruh rakyat Aceh, sehingga perlakuan kekuasaan secara adil dirasakan semua kalangan dalam lingkaran kekuasaan. Jangan ada ego daerah dan rasa tidak enak dalam menempatkan posisi seorang pejabat, semua pejabat harus mempunyai visi misi sesuai dengan Pemerintah Aceh.
Jangan-jangan, setelah jadi pejabat, para kepala baru ini menikam Bang Wandi dari belakang. Memasang antek-anteknya mengisi kekuasaan di Dinas-Dinas yang dikuasainya. Kalau ini terjadi, apa akan terjadi? Sementara revolusi Aceh berlangsung dan kekuasaan beralih dari monarki ke badan legislatif, kepentingan-kepentingan berbenturan dari kelompok yang semula bersekutu ini kemudian menjadi sumber konflik dan pertumpahan darah kembali.
Perang politik tak dapat dielakkan, kondisi kehidupan rakyat Aceh sangat ditentukan oleh kestabilan ekonomi, sosial politik, hukum, dan potensi daerah. Akan menopang kelangsungan pemerintah Aceh. Suasana politik Aceh menjerus ketingkat paling hangat, dulu politik militer, sekarang berubah menjadi politik sipil. Perubahan suhu perpolitikan ditandai dengan munculnya beragam kelompok pejuang aspirasi rakyat Aceh.
Perkembangan peta kekuatan partai politik tetap berpihak kepada partai yang produktif, sering tampil di media massa, membela rakyat kecil, pola merebut simpatik seperti ini sering dilakukan oleh partai pendatang baru. Setiap partai ingin memperjuangkan rakyat Aceh, bermacam cara rayuan gombal dan kasih sayang dengan berbagai macam pemberian janji setia. Rakyat tetap berada pada posisi tidak mendapatkan keuntungan, pialang politik berpesta ria mengapai kemenangan. Dapat kursi, rakyat ditelantarkan, sibuk menghitung rupiah dan berlomba-lomba mengumpulkan harta benda.
Lebih jelas, penulis menilai ada kelompok kecil dan besar yang ikut meramaikan pertandingan dan bermain-main di Aceh saat ini, yakni ada parte penguasa, mantan pasukan, oposisi, aktivis, partai lokal, nasional dan parte intelektual yang tidak mendapatkan kursi kekuasaan.
Hal lumrah dalam revolusi, tidak berbeda dengan proses-proses alam. Revolusi dibuat oleh manusia dan melalui manusia. Selama revolusi, manusia bertindak di bawah pengaruh kondisi-kondisi sosial tidak mereka pilih secara bebas, melainkan diterima dari masa lalu dan secara imperatif menunjukkan jalan yang diikuti. Untuk alasan ini, revolusi mengikuti hukum-hukum yang pasti. Tetapi kesadaran manusia tidak semata secara pasif mencerminkan kondisi objektifnya.
Arti Revolusi
Revolusi berarti pergantian tatanan sosial. Revolusi di Aceh akan terjadi karena mentransfer kekuasaan dari tangan-tangan kelas telah kehabisan tenaganya kepada kelas lain yang berada di atas kekuasaan. Saling tumpang tindih dan melingkar-lingkar, jangan berlindung dibalik jabatan, bila ada masalah jangan menyalahkan pihak lain. Revolusi adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat.
Revolusi menyapu bersih tatanan sosial yang usang, kelas progresif harus mengerti bahwa waktu baginya telah ditentukan dan di hadapannya terdapat tugas untuk menaklukkan kekuasaan. Di sini terbuka lapangan aksi revolusioner yang sadar, di mana tinjauan ke masa depan dan kalkulasi bergabung dengan kehendak dan keberanian. Dengan kata lain; di sini terbuka lapangan bagi tindakan Partai politik.
Kebangkitan massa seperti penuntutan Referendum Aceh dulu, bukanlah perbuatan tersendiri, yang dapat disulap adanya pada sembarang waktu diinginkan. Kebangkitan massa itu mempresentasikan sebuah elemen yang terkondisi-secara-objektif dalam perkembangan sebuah revolusi Aceh, sebagaimana sebuah revolusi mempresentasikan proses terkondisi-secara-objektif dalam perkembangan masyarakat Aceh.
Di dalam revolusi, perubahan terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih dahulu. Kekuasaan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan. Kecepatan perubahan relatif karena revolusi dapat memakan waktu lama. Misalnya revolusi industri di Inggris yang memakan waktu puluhan tahun, namun dianggap cepat karena mampu mengubah sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat, seperti sistem kekeluargaan dan hubungan antara rakyat, buruh dan majikan yang telah berlangsung selama ratusan tahun.
Revolusi Industri, telah mengubah wajah dunia menjadi modern. Dalam definisi yang lebih sempit, revolusi umumnya dipahami sebagai perubahan politik. Hadir seorang pemimpin yang karismatik, sangat berpengaruh dalam mempelopor hadirnya revolusi. Aceh berevolusi, karena ambisi berkembang dan dipengaruhi oleh ide pencerahan dari kaum ekslusif, petani, para buruh, dan individu dari semua kelas yang merasa disakiti.
Sementara revolusi berlangsung dan kekuasaan beralih dari monarki ke badan legislatif, kepentingan berbenturan dari kelompok-kelompok yang semula bersekutu ini kemudian menjadi sumber konflik dan pertumpahan darah kembali. Kepala dan wakil kepala pemerintahan bertanggung jawab apabila perang kembali terjadi di Aceh. Setiap level penguasa harus menjadi satu kesatuan saling mengisi dengan pembagian tugas yang jelas. Demi meredam konflik baru mencuak kepermukaan.
Sementara Bupati dan Wakil Bupati memperkuat kekuatan cinta perdamaian dan cinta kasih sesama rakyat Aceh. Mandat kekuasaan janganlah dipolitisi memanfaatkan jabatan dengan menciptakan isu-isu kemerdekaan dari Aceh. Semua lembaga politik, lembaga adat, dan lembaga keagamaan harus menjalankan kegiatannya masing-masing, demi memperkuat posisi Aceh jangan dipecahkan menjadi 3 provinsi. Kesatuan ini tidak boleh tumpah tindih dalam hal fungsi dan wewenang.
Harus ada titik sasaran penyelesaian masalah yang jelas, parte pembuat permasalahan di Aceh mempunyai kepentingan politik. Berbagai pembenaran nyata dilakukan demi mencapai cita-cita propaganda politiknya. Karakter kekerasan pada ciri revolusi dipahami sebagai akibat dari situasi ketika perubahan tata nilai dan norma yang mendadak telah menimbulkan kekosongan nilai dan norma yang dianut masyarakat.
Partai lokal harus menjadi sarana demokrasi yang menciptakan kestabilan politik, kemandirian dan kemakmuran bagi Rakyat Aceh. Seperti partai Aceh bervisi membangun citra positif berkehidupan politik, dalam bingkai NKRI serta melaksanakan mekanisme partai sesuai aturan Republik Indonesia. Menjunjung tinggi nota kesepahaman MoU Helsinki yang telah ditanda tangani antara Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka.
Revolusi politik Aceh membutuhkan begitu banyak uang, seperti dana dikelola oleh BRR NAD-Nias, dana reintegrasi Aceh serta dana bagi Partai politik lokal dan nasional yang beroperasi di Aceh. Semua partai membutuhkan dana begitu besar. Dana itu berfungsi sebagai dana operasional partai. Partai-partai ini diharapkan mampu membangun wawasan berpikir masyarakat Aceh. Sehingga citra revolusi Aceh menjadi citra development dalam tantanan transfaransi bagi kemakmuran hidup rakyat Aceh dan bangsa Indonesia.
Apa Kabar Jalan Layang Pidie Jaya
-
Oleh. Bahagia Ishak
Ratusan tiang pancang yang dibuat dari beton bertulang berdiri kekar di
lahan bekas sawah gampong Cot Trieng Kecamatan Meureudu Kabupat...
14 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar