Kamis, 31 Desember 2009

Teupeudaya Politek

Cut Lem bersilaturahmi lebaran Idul Fitri 1429 Hijrah lalu ke rumah Ampon. “Ampon, kembali nol ya, mohon maaf lahir batin,” ucap Cut Lem.

Lebaran ini sangat berbeda dengan lebaran tahun lalu. Lebaran ini Aceh lagi dimabuk kebebasan dan teupeudaya politek. Ruang politik terbuka bagi siapa saja, untuk bergabung dalam partai lokal dan nasional. Saat kita mengikuti perkembangan politik Aceh, begitu berbeda dengan daerah lain di Indonesia, ucap Cut Lem memulai pembicaraanya.

Dunia politik memang sangat menggiurkan. Kenapa Cut Lem, Tanya Ampon. Sebab, status sebagai politisi membuat orang menjadi terkenal seperti selebritis. Posisi jabatan politik membuat orang menjadi dipentingkan oleh rakyat jawab Cut Lem dengan memberi contoh, seperti para aktivis muda Aceh maju dalam dunia politik praktis.

Tampilnya aktivis Aceh sebagai bakal calon anggota legislative (caleg) yang bergabung dalam 43 partai politik untuk bertarung pada pemilu 9 April 2009 mendatang adalah sebuah proses alami, evolusi mengikuti perkembangan Aceh saat ini.

Kenapa mereka berani mencalonkan diri? Tanya Apa Cut. Coba lihat seperti iklan diri mereka dalam spanduk dan striker yang ditempel di sudut kota dan gampong, dengan sejumlah tujuan yaitu menyuarakan perubahan, ingin tampil menjadi wakil rakyat sebagai penyambung lidah dalam parlemen jika nanti rakyat memilihnya, terang Ampon.

Karena alasan itulah, hari ini orang Aceh berbondong-bondong mengadu peruntungan sebagai wakil rakyat dengan memasuki dunia politik. Mulai dari politisi murni, individu biasa, profesional, akademisi, bahkan rakyat jelata tertarik meramaikan panggung dunia politik.

Sebab, hanya dengan gerakan politiklah kekuasaan dapat diraih. Dengan masuk ke sistem kekuasaan, mereka dapat mengawal, memberikan koreksi serta idealistis dalam memperjuangkan suara rakyat. Apa pun alasan dan pertimbangan mereka, demokrasi seperti sekarang, sah-sah saja para mantan aktivis itu terjun ke politik praktis.

Sebagai warga negara. Keputusan mereka terjun menjadi caleg itu pun dinilai penting bagi pengaderan kepemimpinan nasional.

Cut Lem mengatakan kepada Ampon, ketika para mantan elit kampus masuk ke sistem politik, ada dua pesan yang perlu dicermati. Pertama, memperbaiki sistem dari dalam bukanlah pekerjaan yang gampang. Sebab praktek politik di Aceh dan Indonesia bukanlah 'lahan subur' untuk memperjuangkan idealistis dan perjuangan.

Kedua, perjuangan dan idealistis yang mereka usung akan tenggelam dalam lingkaran setan (vicious circle) kekuasaan. Sejarah membuktikan, aktivis angkatan '66 yang masuk ke DPR tidak ada apa-apanya. Aktivis 1998 yang masuk ke DPR hasil Pemilu 2004 juga biasa-biasa saja, sebut Cut Lem.

Oleh sebab itu, ketika masuk dan menjadi bagian dari sistem, para mantan aktivis tersebut dikhawatirkan akan 'mabuk' dan terlena dengan kekuasaan. Atau dengan kata lain, pola gerakan sosial yang dulu mereka usung harus diubah menjadi gerakan politik, yaitu membuat keputusan dan kebijakan berdasarkan kepentingan partai dan golongannya.

Cut Lem, sudah cukup kita bahas politik, ucap Ampon. Kita bicara hal lain saja, masalah politik telah dibahas oleh mereka di warung kopi. Kita bicarakan aja mengenai kepulangan Wali Nanggroe, Tgk Hasan Tiro pulang kampong, kata Ampon yang menganti topik pembicaraan.

Ada lagi, kita turut berduka atas meninggalnya Tgk Usman Lampoh Awe, Mantan Mentri Peng GAM pada malam Sabtu, jam 22.00 di Rumah Sakit Umum Sigli, dan dikebumikan di Simpang Tiga, Pidie pada hari Sabtu, (4/10). Selamat jalan Teungku Ucap Ampon. Semoga Allah swt memberi tempat yang layak dan diluaskan kuburnya. Amin. [Bahagia Ishak]

0 komentar: