Kamis, 31 Desember 2009

Rekonstruksi Aceh Setengah Jadi

Beberapa waktu lalu penulis menulis opini di salah satu koran harian terbitan lokal, tentang rekonstruksi Aceh pasca berakhirnya tugas BRR NAD-Nias. Seyogyanya Aceh membutuhkan waktu dan bantuan dana dari negara donor untuk membangun kembali Aceh dari sisa kehancuran tsunami dan konflik antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Republik Indonesia yang belum tersentuh oleh BRR dan BRA.

Penulis menilai saat ini pemerintah Aceh kurang melakukan strategi untuk mengambil wewenang dan tanggungjawab rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh setelah BRR bubar. Pemerintah mengalami tantangan berat mengambil kuasa penuh atas badan penganti BRR dari Pemerintah Pusat.

Mandat tugas BRR dari Presiden RI berakhir di Aceh tanggal 16 April 2009 mendatang. Berakhirnya masa tugas Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh bertepatan dengan pemilu. Pemilu 2009 nanti di Aceh harus dipahami sebagai bagian dari penguatan proses damai dan rekonstruksi Aceh tetap berjalan membangun Aceh. Kedua hal itu menjadi tantangan bagi Pemerintah Aceh.

Pemilu dengan hadirnya partai politik lokal Aceh ikut menentukan suhu politik Aceh dengan Jakarta, yang sewaktu-waktu dapat berubah. Begitu juga dengan keputusan badan rekonstruksi Aceh, hasil politik di Aceh menjadi penentu kebijakan pusat untuk Aceh. Pemerintah Pusat bisa saja memaksakan apapun yang dirasakannya benar untuk Aceh, karena posisi tawar Aceh untuk menolaknya lemah.

Jika keputusan Jakarta memutuskan keputusan yang merugikan Aceh, sangat disayangkan keberlangsungan rekonstruksi Aceh akan berhenti dan berada di persimpangan jalan. Kekuatan politik lokal belum bisa melawan politik nasional. Utusan Aceh yang duduk di parlemen Jakarta belum bisa memperjuangkan hak-hak Aceh.
Berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 30 Tahun 2005 tentang Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Aceh dan Kepulauan Nias segera berakhir. Saat seluruh kegiatan BRR NAD-Nias berakhir, pemerintah Aceh akan melanjutkan proses tersebut kepada fase pembangunan reguler dengan cara membentuk Badan Kesinambungan Rekonstruksi Aceh (BKRA).

Setelah selesai masa tugas BRR maka pembangunan selanjutnya akan dilaksanakan oleh suatu badan yang langsung dibawah Pemerintah Aceh yang dikoordinasikan oleh pemerintah Pusat melalui dinas-dinas di Aceh. Bidang kegiatan yang didanai APBD yang akan dikelola langsung oleh Pemda.

Ada sejumlah kalangan meragukan keberlangsungan rekonstruksi Aceh kedepan. Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh ke dalam konteks pembangunan daerah yang dilanjutkan oleh badan dibentuk oleh pemerintah Aceh itu.

Salah satu syarat mutlak pembangunan Aceh harus dilakukan oleh orang Aceh sendiri. Konsep pembaharuan menuju Aceh baru jangan salah diartikan. Pembangunan secara menyeluruh harus dibangun dan membutuhkan intelektual muda memikirkan nasih rakyat Aceh.

Partisipasi pembangunan dalam pengkajian, perancangan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi program pembangunan menuju Aceh baru harus digalakkan. Seperti rakyat Aceh membutuhkan jalan dan jembatan, sarana sanitasi dan air bersih, irigasi, prasarana perhubungan pos dan telekomunikasi, terminal, dermaga serta pengaman pantai.

Hari ini konsep BKRA merupakan badan bentukan pemerintah pusat dengan dasar hukum Keputusan Presiden. Badan ini berfungsi melakukan koordinasi, monitoring dan evaluasi juga berfungsi sebagai eksekusi dalam melaksanakan program percepatan pembangunan Aceh di masa datang.

BKRA harus melakukan perencanaan, dengan menjaring aspirasi sebanyak-banyak dari pemerintah daerah dan masyarakat mengenai apa yang mendesak di masyarakat seperti jalan, jembatan, air bersih, irigasi, dsb. Perencanaan kontruksi yang sesuai dengan kebutuhan. Kedua, tahap pelaksanaan dengan melakukan proses pengadaan untuk memilih kontraktor yang paling mampu melaksanakan baik dari segi biaya, mutu dan waktu. Melakukan pangawasan secara terkoordinasi dari structural, Kasatker, PPK serta Konsultan Supervisi. Melakukan Monitoring ketat agar kontraktor dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu dan tepat mutu serta memberikan peringatan sedini mungkin bila ada penyimpangan.

Mengkoordinasikan dan menggalang sumber pendanaan off budget dari berbagai lembaga asing yang berkomitmen membantu pemulihan Aceh hingga 2012, seperti USAID, WB, IDB, KWF dan beberapa donor lainnya.

Menurut Muhammad Nazar, Wakil Gubernur Aceh, tahun 2009 BKRA mendapat alokasi anggaran APBN yang bersumber dari rupiah murni sebesar Rp 4 trilyun. Namun, dari dana tersebut, baru tersedia Rp 1.3 trilyun. Sebanyak Rp 2.7 trilyun akan diupayakan melalui APBN-P. Sedangkan alokasi anggaran yang bersumber pada Kementerian/Lembaga yang bersumber dari PHLN (Pinjaman Hutang Luar Negeri) sebesar Rp 1.78 Trilyun.

Sampai hari ini, belum ada kepastian bentuk badan yang akan dibangun kembali oleh pemerintah Aceh tersebut. Perebutan kekuasaan terjadi antara Pemerintah Aceh dengan Pemerintah Pusat. Terjadi tolak tarik mengelola BKRA. Kita baca di koran telah diserahkan milyaran aset BRR ke pemerintah Aceh. Ini menandakan segera mati masa kerja badan rehab dan rekons bekerja di Aceh. Pemerintah Aceh dituntut mempersiapkan amunisi menyambut masa peralihan itu.

Saya teringat dengan tulisan Syu’bah Asa dalam Tempo edisi khusus tahun 1986 lalu. “Ada kematian dengan cara biasa, ada kematian dengan cara tidak biasa. Keduanya sama harganya, meski daya kejutnya bisa berbeda,” ucap Syu’bah dalam bingkaian katanya. Sejarah rekonstruksi dan konflik Aceh akan dikenang sepanjang zaman. Tidak untuk ditangisi, juga tidak untuk dikambing hitamkan. Sejarah hanya menyediakan bahan baku buat dipelajari dan diambil hikmahnya. Dari sanalah orang menetes jalan menuju masa depan yang lebih baik.

Cepat atau lambat, kematian menunggu semua makhluk hidup. Jasad rekonstruksi Aceh hari akan menjadi saksi bagi anak cucu, bahwa peradaban Aceh pernah ada. Walaupun Perkampungan Aceh baru tumbuh menjadi kota kecil dengan gedung kecil berwarna warni. Semua orang tau, pembentukan BKRA adalah untuk melanjutkan rekontruksi Aceh pasca BRR. Permasalahannya, rekonstruksi apa saja yang akan dilanjutkan? Ada proyek belum selesai dikerjakan oleh kontraktor. Masa kontrak kerja mati tanggal 18 Desember 2008 mendatang. Hari itu batas akhir pengajuan SPM di KPPN khusus Banda Aceh untuk menerbitkan SP2D.

Setelah wacana pembentukan BKRA dipaparkan oleh Wakil Gubernur Aceh, belakangan muncul isu bahwa pembentukan BKRA karena kehendak Pemerintahan Aceh yang tidak ingin dana triyunan miliar milik BRR NAD Nias dibawa pulang ke Jakarta. Isu ini menandakan ada pihak yang tidak senang dengan rekonstruksi Aceh berhasil, mari kita para penentu kebijakan untuk Aceh berpikir dan memilih keputusan yang baik bagi keberlanggsungan Aceh di masa depan. Jadikanlah rekonstruksi Aceh menjadi contoh bagi pmbangunan rekontruksi tingkat internasional. Jangan hancurkan lagi Aceh dengan keputusan yang merugikan rakyat Aceh. []

0 komentar: