Kamis, 31 Desember 2009

PEUMAKMUE “Peukaru” Nanggroe

Oleh Bahagia Ishak

Terwujudnya perubahan yang fudemental di Aceh dalam segala sektor kehidupan rakyat akan menjadikan Aceh tumbuh menjadi negeri makmur, berkeadilan, dan adil dalam kemakmuran. Hal ini adalah cita-cita Irwandi Yusuf saat berkampaye empat bulan lalu dihadapan rakyat Aceh. Demi menyukseskan misinya, pemerintah Aceh yang dipimpinya mengambil satu sikap berani memakmurkan negeri dengan program Kredit Peumakmue Nanggroe.

Konsep ini telah pernah dipraktekkan pada masa Gubernur Syamsuddin Mahmud, dengan dana Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER)-nya. Namun apa yang dirasakan rakyat? Dana bantuan mengalir deras ke kantong orang tertentu, saudara dekat, teman dan familinya. Sebagian masyarakat merasakan lezatnya bantuan dan ada di lain pihak tidak pernah menikmatinya.

Program kredit Peumakmu Nanggroe yang diluncurkan Gubernur Irwandi Yusuf di Banda Aceh, Selala (8/05), melalui PT Bank Pembangunan Daerah (BPD) Aceh, yang alokasi dananya bersifat tak terbatas diharapkan dapat menjadi salah satu solusi bagi penyediaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan di Aceh.

Jika kredit ini juga bernasib sama dengan dana PER, siapa yang bertanggung jawab? Diperkirakan seluruh lapisan masyarakat yang memiliki jiwa usaha dan wiraswasta akan mengurusnya. Ribuan proposal menumpuk di kantor BPD pusat dan cabang. Bagaimana cara penyeleksian atas semua proposal yang masuk. Apa semua kriteria harus dipenuhi oleh para calon penerima kredit nanggroe untuk mendapatkan Peng Nanggroe. Berapa persen tingkat error-nya, artinya dalam penyaluran kredit tidak tepat sasaran. Timbul lagi pertanyaan, berapa persen diberikan kepada orang yang mengurusnya?

Jawaban dari semua pertanyaan itu, beberapa bulan kedepan akan ada jawabannya. Masyarakat melihat, siapa-siapa penerima dana Nanggroe itu. Walaupun rakyat harus menanggung bunga sebesar 5 persen dari total kredit yang diterima. Katanya bunga itu untuk menutupi biaya operasional bank. Besar kredit yang diterima minimal 5 juta, dan tergantung dari jenis usaha. Dengan uang sebesar itu tidak bisa menjamin kemakmuran rakyat miskin? Usaha apa yang cocok diusahakan nanti setelah mendapatkan dana? Apa ada perjanjian hukum sebagai pengikat yang membatasi kedua belah pihak? Apabila nanti rakyat tidak sanggup melunasinya, apa rakyat masuk penjara?

Bagaimana nanti jika proposal-proposal yang telah diusulkan itu ditolak. Langkah apa yang ditempuh rakyat jelata untuk mendapatkan hak-haknya? Kepada siapa mereka mengadu, dimana mereka butuh modal usaha, dan belum memilihi usaha sebesar Rp 25 juta. Kehidupan meraka susah, ekonominya lemah, hartanya sedikti, pendapatannya tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup dirinya. Lantas bagaimana kebijakan pemerintah terhadap golongan ini, yang tidak memenuhi kriteria sebagai calon penerima dana Nanggroe.

Realita dan nyata, bagai api dalam sekam, gelombang sakit hati dari kaum miskin akan muncul kepermukaan, meletus dan sangat berbahaya. Jangan sampai ’peukaru’ nanggroe timbul karena pembagian Peng Nanggroe ini. Sudah tahu, rakyat miskin belum memiliki kekayaan bersih Rp. 25 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan belum memiliki hasil penjualan rata-rata paling banyak Rp. 100 juta per tahun dari usaha yang gelutinya. Mana mungkin mendapatkan modal usaha Peumakmue Nanggroe.

Jadi sasaran dari proyek ini adalah para pengusaha kecil dan kaum ekonomi lemah, maka telah beralih haluan ke kalangan pengusaha yang memiliki kekayaan. Ya, rakyat miskin tidak bisa memancing uang karena tidak punya umpan uang, sekarang yang terjadi uang harus dipancing dengan uang. Orang kaya dengan gampang mengembangkan usahanya lebih besar lagi dengan mendapatkan suntikan kredit ini.

Hai Pak Irwandi, tolong penuhi janjinmu dengan menuntaskan pengangguran dan kemiskinan di Aceh, beri kemudahan kepada rakyat jelata berkembang dengan model usaha perorangan dan kelompok usaha untuk mencapai kemandirian.
Begitu banyak persoalan yang dihadapi kaum miskin, mulai dari persoalan terbatasnya akses ke berbagai lembanga keuangan. Hal ini terjadi karena kebijakan peraturan yang dibuat belum memihak bagi rakyat kecil.

Analisa Ekonomi

Kelayakan pemberian Kredit Pemakmue Nanggroe harus mempertimbangkan faktor ekonomis, apakah mengguntungkan atau tidak. Jumlah uang yang beredar dimasyarakat tidak terbatas, hal tersebut perlu dilakukan perhitungan atau analisa ekonomi terhadap dampak yang timbul di masa depan. Apakah Bank BPD Aceh memperhatikan faktor laju pengembalian modal dari krediturnya. Artinya dalam jangka waktu tertentu semua uang yang telah dikeluarkan wajib dikembalikan ke Debitur. Perlu diperhatikan juga berapa limit waktu yang dibutuhkan rakyat melunasi kreditnya.
Jika ada kreditur berhasil mengelola bantuan dengan mendapatkan keuntungan. Apa laba itu harus dibagikan dengan Bank BPD, dimana laba adalah hasil yang diperoleh dari total penjualan dikurangi total ongkos produksi. Laba yang diperoleh sebelum dikurangi pajak penghasilan disebut laba kotor, sedangkan laba yang diperoleh setelah dikurangi pajak penghasilan disebut dengan laba bersih.

Diperkiraan banyak peminjam tidak berhasil dalam mengelola uang, maka uang tidak berputar dan menderita kerugian. sehingga belum bisa melunasi tagihannya, maka kebijakan apa yang diambil oleh Debitur terhadap peminjam, saat semua uang telah habis digunakan, belum juga mendapatkan keuntungan.

Berapa lama waktu diberikan untuk melunasi Peng Nanggroe tersebut? Dimana Pay out time diperlukan untuk mengembalikan modal yang dipinjamkan untuk mendirikan usaha para kreditur. Biasanya Pay out time untuk usaha berkisar 2 sampai 5 tahun. Jangka waktu yang lama ini pun belum tentu usaha yang didirikan berhasil dan berkembang.

Pertumbuhan Ekonomi

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, pertumbuhan ekonomi Aceh tahun 2006 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto meningkat sebesar 2,40 persen terhadap tahun 2005. Hampir semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan positif, kecuali sektor pertambangan penggalian dan sektor industri pengolahan. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor bangunan 48,41 persen dan terendah di sektor industri pengolahan -10,49 persen.
Pertumbuhan perekonomian menjadi tolak ukur bagi kemakmuran rakyat. Salah satu indikator penting untuk menganalisa pembangunan ekonomi yang terjadi adalah diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun tertentu dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Aceh hanya berpusat di salah satu sektor usaha, yaitu sektor pembangunan. Jadi, rakyat miskin belum terangkat derajatnya dari gubuk derita. Tetap hidup dalam belenggu kemiskinan.
Menumbuhkan perekonomian Aceh perlu ada program pembangunan kembali ekonomi dengan meletakkan pondasi yang kuat terhadap pembangunan ekonomi. Pemulihan perekonomian dapat dilakukan dengan membuka peluang investasi bagi investor untuk menanam modal di Aceh.
Harapan Rakyat

Permohonan kredit yang diajukan rakyat harus mendapat perhatian serius dari Bank BPD Aceh. Walaupun proposal itu hanya terdiri dari lembaran yang bertuliskan program usaha rakyat miskin. Jangan ada lagi ketidakpuasan rakyat, kabulkan permintaan rakyat kecil ini.

Harapan rakyat, jangan ada lagi dusta diantara kita, pencairan dana di lapangan harus tepat sasaran. Perlu diingat, dalam pengurusannya jangan terlalu berbelit-belit dengan bermacam persyaratan yang dibuat. Mudahkan proses administrasi, rakyat mengharapkan bantuan kredit ini betul-betul diberikan kepada yang berhak. Supaya pertumbuhan perekonomian Aceh meningkat, saat itulah Negeri Aceh dapat berjaya kembali. Smoga!

0 komentar: