Sabtu, 26 Desember 2009

Bulohseuma Kami belum Merdeka

Keude Trumon, Aceh Selatan, Senin (12/10) sore harinya sepi, tidak ada aktivitas nelayan yang singgah menjual ikannya di dermaga. Ada beberapa orang penduduk menghabiskan waktunya di depan Warung lapuk yang telah tua dimakan usia. Konstruksinya dari kayu, diperkirakan telah enam puluhan tahun umurnya. Puluhan toko tua telah menjadi saksi kemajuan daerah ini, adanya bukti sejarah telah terjadi transaksi jual beli di sudut kuala yang kontruksi dermaganya dibangun oleh pemerintah tahun lalu.

Nelayan menggunakan boat kecil biasanya singgah sekitar jam empat sore, menjual hasil tangkapannya kepada penduduk. Hari ini sepi, sepertinya nelayan telah duluan singgah menjual ikan, Ombak laut samudera Hindia sesekali terdengar memecahkan kesunyian.

Profesi pekerjaan warga sebagai nelayan, petani dan pekebun. Hasil dari usahanya jarang berhasil, sebelum panen telah disambut oleh banjir. Banyak warga hidup dalam kemiskinan, tidak mempunyai penghasilan yang layak dan tetap. Hasil pertaniannya tidak bisa panen, mati karena sering banjir yang merendami semua kebun dan sawah di Trumon Barat dan Trumon Timur.

Kondisi perekonomian warga tidak berkembang, satu-satunya cara sebagai mata pencaharian untuk menghidupi keluarga adalah dengan pergi melaut. Hasil tangkapan nelayan cukup untuk membiayai keluarganya. “Rata-rata pendapatan satu bulan dibawah Rp 500 ribu, tangkapan nelayan tidak banyak lagi. Ikan laut Trumon di ambil oleh nelayan luar. Akibatnya masyarakatnya miskin, tidak ada orang kaya dan tidak ada yang dapat dibanggakan lagi”, ucap M Yunan.

Sejarah mencatatat, Trumon pernah berdiri Kerajaan besar yang menguasai sebagian wilayah Barat Selatan Aceh. Namanya Kesultanan Trumon, bagian dari kerajaan Batak yang diakuisisi oleh Kesultanan Aceh setelah rajanya masuk Islam. Bendera Kerajaan Trumon merupakan cikal-bakal bendera yang dipakai oleh Sisingamangaraja XII.

Kerajaan Trumon juga provinsi dari Kesultanan Barus. Kesultanan Barus di Kawasan Fansur, bukan yang Hulu, didirikan oleh Keturunan Raja Uti dimana Raja Uti diyakini masih merupakan "paman adat" Dinasti Sisingamangaraja di Bakkara. Sekarang ini masih terdapat bangunan benteng di Trumon sebagai bukti sejarah kerajaan ini (Wikipedia).
Tidak jauh dari Kuala Trumon, sekitar 20 meter dari pinggir Laut ada bangunan benteng yang tidak perawatan dari Pemerintah Daerah.

Dalam Wikipedia dijelaskan itu adalah Benteng Kuta Batee dibangun ketika Kerajaan Trumon dipimpin atau di bawah pemerintahan Teuku Raja Fansuri Alamsyah yang juga dikenal dengan sebutan Teuku Raja Batak. Dalam masa ini pula, Trumon meraih kejayaannya hingga berhasil mencetak mata uang sendiri sebagai alat tukar yang sah. Teuku Raja Batak ini merupakan raja ketiga, menggantikan ayahnya bernama Teuku Raja Bujang yang sebelumnya menerima tahta dari kakeknya (ayah Raja Bujang) yaitu Teuku Djakfar selaku pendiri Kerajaan Trumon dan Kerajaan Singkil.

Jejeran toko sebagian telah disulap menjadi rumah penduduk, hanya ada beberapa toko yang berjualan dagangannya. Pedagang menjual kebutuhan sehari-hari, harganya sedikit mahal dengan harga biasanya. Maklum lokasi daerahnya jauh dari kota. “Toko kayu milik saya dipinggir dermaga itu telah hancur dihantam tsunami”, ucap M Yunan,mantan Kepala Desa Kutablang Bulohseuma.

Perjalanan ke Trumon dari Banda Aceh sejauh 550 km dapat ditempuh selama 12 Jam. Atau dari Tapaktuan naik mobil L300 tujuan Subussalam dengan waktu 2,5 jam. Turun disimpang tiga Trumon, naik RBT minta diantar sampai ke Keude Trumon. Jalan 6 km ini adalah salah satu lokasi genangan banjir. Jejak banjir masih terlihat, jalannya banyak berlubang, masuk ke dalam dengan waktu 45 menit. Jalan beaspal dan berlubang adalah sisa dari banjir, sepanjang jalan rawa tidak ada rumah penduduk. Ada satu dua rumah berkontruksi kayu milik warga .

Ismail (53), salah seorang warga Krueng Luas mengatakan waktu banjir masyarakat sering memakai boetnya berkeliling rawa dan kampong disekitar Sungai Trumon. “Apabila hujan turan selama dua sampai tiga jam maka kami kebanjiran, airnya setinggi orang dewasa,” ucap Ismail sambil berdiri di samping Pohon sawit dengan mengangkat tangan sebelah kanannya ke kepalanya. Banjir setinggi orang dewasa ini bisa satu hingga dua bulan, sehingga banyak sawit mati tidak tahan resapan air banjir.

Mukim Bulohseuma
“Moto kami adalah boat, ongkos boat boluhseuma ke trumon adalah Rp 1,5 juta. Biaya untuk masyarakat kami grastikan, tidak diambil ongkos. Waktu tempuh dibutuhkan adalah 3 jama,” terang lagi M Yunan.

Sekitar 36 km dari Trumon ke Bulohsema. Bulohseuma termasuk daerah kena tsunami dan konflik yang kurang mendapat kepedulian dari pemerintah, waktu tsunami semua warga kena tsunami. Warga selamat, karena naik boat nelayan. Selama konstruksi dan rehabilitasi Aceh tidak ada bantuan pembangunan rumah korban tsunami dan konflik. Saat konflik daerah ini adalah paling rawan, ada pos tentara dan GAM di Bulohseuma.

Setelah terjadi perjanjian damai, masyarakat Bulohseuma tetap tidak pernah aman dari kelaparan, terisolir dan belum pernah merasakan kemerdekaan. Nama bulohseuma tetap menjadi daerah terisolir. Penduduk disana miskin, tidak berpendidikan tinggi, tidak cukup makanan, daerah banjir dan setahun ada dua bulan warga disana lapar tidak makan nasi.

Setelah gempa di Padang beberapa waktu lalu warga Bulohseuma semua lapar, masyarakat Bulohseuma menerima dampak langsung yaitu badai besar di laut, sehingga masyarakat tidak bisa berlayar membeli kebutuhan sehari-hari. “Badai datang menjadikan warga tidak bisa lagi keluar masuk pulau dengan boat, kualanya dangkal. Memasuki bulan September sampai Oktober adalah bulan badai, bulan September dan Oktober adalah musim badai di bulohseuma, boat tidak leupah, kualanya dangkal, masyarakat tidak ada nasi, meraka makan daun rumpuen”, ucap M Yunan yang selama 26 tahun menjadi kepala desa di kampungnya.

Jumlah penduduk Trumon adalah 2.000 jiwa, sekitar 3 jam perjalan ke Bulohseuma dengan menggunakan boat nelayan, ada juga sebagian warga memakai honda lewat jalan pasir di pinggir pantai dengan waktu satu jam perjalanan.
Salah satu akses jalan yang sering dilalui masyarakat tidak selesai dibangun, warga sangat berharap jalan bulohseuma tetap dibangun dan selesai. “Waktu saya menghadiri rapat di kantor Gubernur, mereka berjanji jalan tetap akan dilanjutkan pembangunan, dengan satu syarat tidak boleh potong kayu, masyarakat harus menjaga hutan ” ucap M Yunan.

M Yunan berharap kepada pemerintah memberi kemudahan pembangunan di wilayahnya. Seperti membantu kehidupan nelayan, mata pencairan kami sebagai nelayan, hanya itu yang bisa kami lakukan untuk mempertahan hidup dan menafkahkan keluarga.

Di laut tidak ada ikan lagi, Ikan Bulohseuma diambil oleh nelayan luar, nelayan disini tidak ada alat tangkap canggih seperti pukat cakraw, bagan, cincing, nelayan hanya mempunyai Jalo kecil. Ke laut tidak ada hasil, karena tidak ada alat tangkap. Pendapatan masyarakat tidak cukup untuk makan, lebih kurang penghasilanya sekitar Rp 500 ribu rupiah. “Bertani tidak ada hasil, padi dimakan oleh babi dan tikus, sikunca pade na hasel 5 rante,” terangnya.

Saranya kepada Pemerintah, untuk mengamankan banjir di Singkil, Gayo Lues dan Trumon. Salah satu cara dengan memperlebar Pucok Krueng Bulohseuma, sehingga mudah keluar masuk boat nelayan, menguntungkan masyarakat, transportasi jadi lebih mudah dengan menggunakan sungai tersebut. “Diplah pucok krueng bulohseuma, kami di sini semua merdeka. Masyarakata langsung bisa berbelanja ke Pasar Singkil dengan Boat”, ucap Geusyik Tua Yunan dengan penuh berharap.

Kondisi Pendidikan Bulohseuma
Kondisi pendidikannya sangat buruk, pembangunan gedung sekolah tidak sesuai dengan tersedianya guru yang mengajari peserta didik. Tidak ada guru dan sekolah yang telah ada kosong. Sekolah TK yang telah siap tidak ada guru mengajar padahal ada 80 anak-anak yang layak mendapatkan pengenalan pendidikan tingkat dasar. Lain lagi kondisi SD disana dengan 8 ruang kelas, hanya diajarkan oleh 2 orang guru dan satu kepala desa untuk 50 orang murid. Lebih tragis adalah kondisi SMP satu orang guru dan kepala sekolah dengan 4 ruang kelas mengajari siswa-siswa sekitar 30 orang.

“Semua anak-anak petani di desa ini hanya mampu mencicipi di pendidikan di tingkat SD hingga SMP. Ada yang ingin melanjutkan pendidikan ke SMA tak bisa dicapai karena letak SMA di Pusat KecamatanTrumon,” kata Pak Yunan.

Masalah Banjir
Permasalahan banjir Trumon telah berlarut-larut, belum ada solusi bijak yang dapat menyelesaikan masalah banjir. Tiap tahun sebagian Aceh Barat Selatan menerima kiriman banjir dari luapan sungai. Dampaknya ribuan warga mengungsi mencari tempat aman, seperti banjir tahun lalu di Trumon Aceh Selatan.

Wilayah banjir mencakup dua kecamatan di Kabupaten Aceh Selatan yaitu Kecamatan Trumon dan Trumon Timur dengan luas wilayah masing-masing 513 km2 dan 685 km2.

Sekitar 90% dari luas total wilayah kedua kecamatan ini masuk kedalam wilayah awasan Ekosistem Leuser (KEL). Jumlah penduduk di wilayah Kecamatan Trumon (data tahun 2008) adalah sebanyak 5.354 jiwa (2.526 laki-laki dan 2.828 perempuan) yang tersebar di 3 kemukiman dan 16 desa, dengan jumlah rumah tangga (RT) sebanyak 1.324 keluarga. Sedangkan di wilayah Kecamatan Trumon Timur, mempunyai penduduk sebanyak 9.949 jiwa (4.847 laki-laki dan 5.102 perempuan) yang tersebar di 2 kemukiman dan 14 desa, dengan jumlah RT sebanyak 2.478 keluarga.

Khusus untuk wilayah Kecamatan Trumon dan Trumon Timur, penyebab dan lokasi daerah banjir dapat dibedakan banjir di daerah pesisir disebabkan oleh gelombang pasang, meliputi; Desa Keude Trumon, Teupin Tinggi, Raket dan Kuta Padang. Banjir di daerah tengah disebabkan oleh luapan air sungai, meliputi; Desa Pulo Paya, Kampong Teungoh, Krueng Batee dan Ujong Tanoh (Kec. Trumon). Serta Desa Kapa Seusak, Cot Bayu, Lhok Raya, Seunebok Pusaka dan Jambo Dalem di Kecamatan Trumon Timur. Beberapa lokasi yang rawan tanah longsor di daerah pegunungan adalah Desa Gunong Kapo, Kampong Teungoh, Krueng Batee dan Panton Bilie.

Banjir tahun lalu, ada warga bertahan di loteng rumah, dengan stok makanan yang menipis. Mereka terisolasi dari hubungan luar, karena roda transportasi dari dan ke kemukiman itu terhenti total, akibat badan jalan digenangi air 1-2 meter. Keadaan ini memaksa warga setempat mengungsi ke rumah-rumah tetangga yang letaknya lebih tinggi. Sebagian mereka bahkan terpaksa tidur di atas plafon rumah dan membuat dapur di atas rakit batang pisang yang mengapung nyaris sebatas plafon.

Sungai merupakan suatu aliran air permukaan yang terbentuk secara alamiah yang berbentuk saluran yang mempunyai sifat-sifat sungai itu sendiri, dan mempunyai fungsi sangat besar dalam kehidupan umat manusia di muka bumi. Fungsi sungai diantaranya adalah sebagai sumber air bersih, transportasi, perikanan dan pertanian, juga sebagai pembuangan alami yang air buangannya dari pertanian, limpasan langsung dari permukiman (drainase), serta limpasan air hujan dari permukaan tanah.

Banjir adalah salah satu kejadian alami sungai dimana kapasitas aliran sungai tidak mampu menampung aliran debit yang terjadi sehingga meluap ke bantaran/kawasan di sekitar sungai. Pada dasarnya kondisi banjir ini bukan merupakan suatu masalah, karena kejadian banjir proses alamiah. Tetapi akan menjadi masalah apabila kawasan di sepanjang sungai (areal genangan banjir sungai) telah dimanfaatkan oleh manusia untuk sebagai kawasan permukiman, pertanian maupun aktifitas lainnya.

Kejadian banjir di DAS Krueng Trumon ini diakibatkan diantaranya adalah oleh curah
hujan yang tinggi akibat perubahan iklim global, perubahan tataguna lahan dari lahan
hutan primer atau sekunder menjadi lahan pemukiman atau pertanian, serta system sungai yang sudah terganggu dimana kapasitas aliran sungai sudah tidak mempu mengalirkan debit banjir yang terjadi.

Fenomena yang terjadi akibat aliran air dari hulu ke hilir yang mengalir di dalam sungai
yang secara alami adalah adanya gerusan, baik itu dari pinggiran sungai maupun dasar
sungai secara terus-menerus sebagai dampak yang ditimbulkan dari sungai itu sendiri.

Peristiwa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dari sifat-sifat sungai
tersebut, dan kemudian menyebabkan kerusakan pada tebing-tebing sungai dan menghasilkan sedimen di dasar sungai. Proses sedimentasi ini akan mempengaruhi arah aliran air sehingga dapat menyebabkan perpindahan aliran sungai, pada gilirannya mengakibatkan kerugian bagi permukiman penduduk dan lahan-lahan pertanian.

Pengendalian Banjir
Penanganan kawasan rawan banjir dapat dilakukan dengan dua pendekatan pengendalian, yaitu pengendalian Struktural (Pengendalian Terhadap Banjir). pelaksanaan pengendalian ini dilakukan melalui kegiatan rekayasa teknis, terutama dalam penyediaan prasarana dan sarana serta penanggulangan banjir (Sudaryoko, Departemen Pekerjaan Umum).

Sedangkan Pengendalian Non Struktural (Pengendalian Terhadap Pemanfaatan Ruang). Kegiatan ini dilakukan untuk meminimalkan kerugian yang terjadi akibat bencana banjir, baik korban jiwa maupun materi, yang dilakukan melalui pengelolaan daerah pengaliran, pengelolaan kawasan banjir, flood proofing, penataan sistem permukiman, sistem peringatan dini, mekanisme perijinan, serta kegiatan lain yang berkaitan dengan upaya pembatasan (limitasi) pemanfaatan lahan dalam rangka mempertahankan keseimbangan ekosistem.

Rencana tata ruang berisi kebijakan pokok pemanfaatan ruang berupa struktur dan pola pemanfaatan ruang dalam kurun waktu tertentu. Pola pemanfaatan ruang disusun untuk mewujudkan keserasian dan keselarasan pemanfaatan ruang bagi kegiatan budidaya dan non budidaya (lindung). Sedangkan struktur ruang dibentuk untuk mewujudkan susunan dan tatanan pusat-pusat permukiman yang secara hirarkis dan fungsional saling berhubungan.

Pemanfaatan ruang dilakukan dengan pembangunan, pola pemanfaatan ruang yang mengacu pada rencana tata ruang akan menciptakan terwujudnya kelestarian lingkungan. Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana banjir Trumon dilakukan dengan mencermati konsistensi (kesesuaian dan keselarasan) antara rencana tata ruang dengan pemanfaatan ruang di kawasan yang secara umum diklasifikasikan menjadi daerah Pesisir/Pantai, daerah dataran banjir (Floodplain Area), daerah sempadan sungai, dan daerah cekungan.

Solusi Bencana Banjir
Permasalahan banjir yang terjadi selama ini, sangat terkait dengan adanya fenomena alam dan perilaku manusia dalam penyelenggaraan/pengelolaan alam. Konsep dasar harus dipahami dalam penyelenggaraan/pengelolaan banjir adalah Perlu adanya pemahaman dasar terkait dengan pengertian dan ruang lingkup keseimbangan ekosistem, yang mempunyai limitasi pemanfaatan.

Diperlukan pola pengelolaan ruang kawasan rawan bencana banjir, sebagai langkah nyata dalam mendukung upaya pengendalian. Terjadinya penyimpangan terhadap konsistensi, terkait dengan kesesuaian dan keselarasan, antara rencana tata ruang dengan pemanfaatannya, baik pada kawasan hulu maupun hilir.

Permasalahan banjir hanya dapat direduksi, sehingga dampak yang ditimbulkan dapat ditekan seminimal mungkin. Dengan demikian, secara prinsip masalah banjir tidak dapat dihilangkan atau ditiadakan sama sekali, sehingga menjadi tanggung jawab kita bersama untuk melakukan pemantauan dan penanganan melalui penyediaan sarana dan prasarana, sehingga dampak negatif dapat direduksi semaksimal mungkin.

Permasalahan banjir sungai Krueng Trumon terjadi akibat sedimentasi (akresi) di muara dan geometrik sungai yang tidak sepadan dengan kapasitas aliran. Sehingga mengakibatkan banjir di bagian tengah DAS (upstream), bahkan pengaruh pasang surut (spring/neep tide) menyebabkan banjir pada bagian hilir sungai (downstream). Disisi lain erosi pantai yang terjadi disebabkan oleh interaksi gelombang yang dapat mengangkut dan mengendapkan sedimen/pasir, pada saat terjadinya gelombang material pembentuk pantai terbawa arus ke tempat lain sehingga terjadi erosi.

Sedangkan material yang terbawa secara lateral melintasi masuk ke muara sungai dan mengendap, sehingga sedimen tersebut menyebabkan terjadinya pendangkalan yang secara periodik akan mempengaruhi kinerja muara terhadap penggelontoran drainase ke laut.

Menyelesaikan permasalahan ini, perlu dilakukan upaya-upaya pengendalian banjir dan pengaturan sungai termasuk muaranya secara terpadu dan menyeluruh. Penanggulangan banjir secara terpadu dan menyeluruh hanya dapat dilakukan jika telah ada suatu pola perencanaan menyeluruh, terpadu, mantap dan mendetail yang didasarkan atas suatu konsep penanganan yang matang. Mampu menjawab semua permasalahan yang ada serta memiliki dampak negatif teknis dan non teknis yang minimal dan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien namun memerlukan biaya yang paling ekonomis.

Publikasi Kolom Fokus Harian Aceh,Banda Aceh

Bahagia Ishak, Ketua Umum Forum Wacana Indonesia (FWI) Aceh & Mahasiswa Magister Teknik Kimia Bidang Teknik Lingkungan Unsyiah.

0 komentar: