Rabu, 06 Januari 2010

Sekilas Aceh Ala Bin Abas

Harian Aceh, Rabu, 13 Pebruari 2008

Oleh Bahagia Ishak

Hujan rintik-rintik membasahi ratusan pengungsi Km 60 pada pertengahan Januari tahun 2006 lalu. Kedinginan terus mendengkil, merasupi tulang belulang Ti Halimah, 56 tahun, berasal dari Teupin Mane Kabupaten Bireun. Dia mengaku kembali lagi ke Aceh Tengah dengan logat Aceh kental, Balek kunoe ingin meukubon lom, (kembali ke sini ingin berkebun lagi, katanya).

“Nak, ibu sudah tujuh hari ada di sini,” ucap Janda tua ini. Ia salah seorang penghuni tenda Km 60 Pinto Rime Gayo Kabupaten Bener Meriah. Saat itu, ia bersama ribuan penghuni tenda lainnya mengadu nasib untuk mendapatkan haknya kembali, yaitu dibangun kembali rumah mereka dan aman mencari nafkah.

Saat pengungsi konflik kembali lagi secara perorangan dan berkelompok. Bila waktu malam tiba, terpaksa menginap di Mesjid dan tenda. Kedingingan menyerang di kebisuan malam, apalagi musim penghujanan, “Kami tidur dalam embun dan hanya beralaskan tanah, gak ada selimut, waktu malam kedinginan,” ucap Ti Halimah sambil menggigil.

Jauh sebelum perdamaian menyentuh bumi Serambi Mekah, ada sekelompok orang yang mengusir ribuan warga “turunan” pesisir, eksodus dari Bumi Gayo karena konflik kian meruncing, alasannya sudah jelas aksi balas dendam terhadap pendatang. Lama sekali kasus pengungsi konflik terpendam, bagai api dalam sekam, akhirnya ini menjadi bom waktu yang menunggu kapan akan meledak. Sumbunya sudah ada, tinggal memercik api, ledakannya akan mengetarkan. Sekarang, banyak jiwa pengungsi bertapa di bumi bola salju yang menuntut hak-haknya dipenuhi oleh pemerintah.

Jika membuka lembaran sejarah, telah terjadi perang saudara di sana. Semua pendatang di usir, “mereka para milisi mengusir kami,” ujar Sabirin, 42 tahun, asal Beureunuen Kabupaten Pidie.

Itu semua kisah lama, sedankan kini muncul kisah baru atau sebut saja cerita lama yang kembali. Kisah itu adalah munculnya isu pembentukan provinsi baru; Aceh Lauser Antara (ALA) dan Aceh Barat Selatan (ABAS). Perang opini pembentukan provinsi baru di Aceh diciptakan oleh orang yang mengaku pejuang rakyat. Isu ini sengaja dihembus oleh beberapa elit politik Aceh yang ada di Jakarta. Seperti Adnan MS, anggota legislatif pemilihan Rakyat Aceh dari calon independen dan Iwan Gayo cs beserta kelompoknya, ingin memecah belahkan Nanggroe Aceh Darussalam. Mereka semua telah buta dan tuli dengan kekuasaan. Berharap ingin menjadi pejabat dan mempertahankan kekuasaannya. Cara paling jitu adalah dengan mengoyang Aceh dan Pemerintahan Bang Wandi dengan isu murahan ini.

Usul pemekaran telah masuk ke Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) melalui inisiatif. Orang Indonesia bukan memikirkan perkembangan dan kemakmuran rakyatnya, tapi asyik memecah belahkan daerah dengan tujuan kelak menjadi pejabat daerah. Semuanya tidak ada niat tulus di hati orang yang pingin jabatan itu. Jika usul pemekaran disahkan oleh DPR RI, maka jadilah dua provinsi baru di Aceh. Apa arti semua ini jika hanya berakhir pada kekuasaan. Apa dengan terbentuknya provinsi baru itu, ribuan orang pesisir Aceh yang menetap dan mencari rezeki di ALA dan ABAS harus keluar. Lantas kemana mereka mengungsi?

Hal ini pernah terjadi dan akan terjadi lagi, seperti telah terjadi beberapa tahun yang lalu. Semua pendatang diusir paksa dengan pembakaran dan pengusiran terhadap warga pendatang, termasuk etnis Jawa. Rumah dibakar, nyawa pun melayang akibat konflik yang tak kenal lelah dan berkesudahan. Apa kejadian ini akan terulang lagi, tak kala ALA dan ABAS keluar dari Provinsi NAD. Maka siap-siap yang bukan suku asli pindah dan keluar dari provinsi baru itu.

Iwan Gayo, yang mengaku sebagai Tokoh masyarakat Gayo harus berpikir bijak dan arif dengan propaganda pemecahan Aceh menjadi 3 provinsi. Bukan kalian saja yang mau memajukan daerah, daerah lain ingin maju juga.

Koran ini menulis statemen Iwan Gayo edisi (25/1) “Pak Irwandi tidak perlu marah dan menghadang pemekaran yang sedang berlanjut. Biarkan saja Republik Indonesia mengeluarkan uang, tenaga dan pikirannya untuk mensejahterakan Aceh. Saya menjamin Aceh tidak akan pecah karena pemekaran. Kesatuan budaya, agama, historis dan geografis menjamin Aceh tetap bersatu”.

Apa yang di ungkapkan ini menjadi pukulan bagi Pemerintah Irwandi Yusuf dan rakyat Aceh. Bukankah dia yang memecah belahkan Aceh? Kenapa, hanya karena kekuasaan berani mengaku dan menjamin kesatuan Aceh. Dengan suara lantang Iwan Gayo mengatakan Aceh adalah Aceh. Aceh adalah ALA dan Aceh adalah ABAS. Apa maksudnya propaganda ini?

Seandainya terbentuknya dua provinsi baru di Aceh, maka orang Aceh telah jauh mundur kebelakang. Sejarah menjadi saksi, terbentuknya Nanggroe Aceh Darussalam adalah dari bergabungnya kerajaan-kerajaan yang ada di Aceh. Peleburan kerajaan menjadi satu kerajaan adalah bukti orang Aceh berjuang mengusir penjajah Portugis dari tanah rencong.

Jika ALA dan ABAS berhasil terbentuk menjadi provinsi baru, maka akan ada tokoh daerah lain berjuang membentuk provinsinya sendiri. Niscaya rame-rame berjuang memisahkan diri dari Aceh. Hal ini telah berbalik haluan pergerakan, dari pejuang kemerdekaan Aceh menjadi pejuang pemisahan diri dari Aceh. Ada apa ini? Sangat disayangkan jika hal ini terjadi, akan ada pejuang menuntut Provinsi baru di Aceh. Kalau ini terjadi, hancurlah Aceh. Mungkinkan ini akan terjadi?

Sejarah mencatat di Aceh telah banyak berdiri kerajaan-kerajaan kecil tersebar seluruh Aceh. Di Aceh Besar ada kerajaan Indra Patra dan Indra Purba, di Pidie ada kerajaan Pedir, di Aceh Tengah ada kerajaan Lingge, kerajaan Teunom di Teunom serta kerajaan kecil di Aceh Singkil dan Aceh Tenggara. Kerajaan Peureulak di Perlak, di Pase ada kerajaan Samudera Pase, dan ada Kerajaan Tumieng di Aceh Tamiang. Semua kerajaan ini adalah asal muasal terbentuk Aceh yakni gabungan kerajaan-kerajaan kecil sehingga menjadi sebuah kerjaan besar yaitu Kerajaan Aceh Darussalam.

Hal ini menjadi bukti bahwa Aceh terdiri dari banyak suku bangsa. Menjadikan posisi Aceh mendapat harga tawar tinggi di mata kawan dan lawan. Kekuatan Aceh di segani di dunia sehingga kala itu Kerajaan Aceh Darussalam menjadi lima kerajaan besar di dunia. Hasrukah dengan isu pemekaran itu kita hancrukan segalanya?[]

Penulis adalah mantan Pemimpin Umum tabloid DETaK Unsyiah

0 komentar: